I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa
ini peledakan penduduk telah membawa akibat yang cukup luas di berbagai segi
kehidupan manusia. Kenaikan jumlah penduduk tidak hanya menuntut peningkatan
penyediaan bahan pangan, tetapi juga peningkatan dibidang gizi. Akhir-akhir ini
permintaan akan produk perikanan yang memenuhi kebutuhan gizi makin meningkat.
Salah satu cara yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan gizi tersebut adalah
dengan mengembangkan usaha budidaya ikan.
Dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya petani/nelayan, kegiatan
budidaya ikan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Kegiatan
budidaya saat ini yang sudah sering dilakukan yaitu kegiatan polikultur atau
budidaya ikan yang terdiri dari dua spesies dalam satu kolam. Kegiatan budidaya ikan saat
ini yang sudah sering dilakukan yaitu budidaya ikan nila dan yang baru adalah
ikan lele. Ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki resistensi relatif
tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memiliki toleransi yang luas
terhadap kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk
protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian,
memiliki kemampuan tumbuh yang baik dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya
intensif, sehingga ikan nila mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan
komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Ikan lele merupakan komoditas
ikan yang saat ini sangat menarik perhatian disamping harganya yang relative
murah cara pembudidayaannya juga cukup mudah untuk dilakukan.
Budidaya ikan sebenarnya
sudah lama dikenal banyak orang namun metode yang digunakan masih bersifat
tradisional dan sederhana. Untuk meningkatkan produksi ikan perlulah kiranya
dilakukan pengembangan dibidang metode budidaya ikan. Yang dimaksud dengan
budidaya ikan ini adalah usaha manusia dengan segala tenaga dan kemampuannya
untuk memelihata ikan dengan cara memasukkan ikan tersebut dalam tempat dengan
kondisi tertentu atau dengan cara menciptakan kondisi lingkungan alam yang
cocok bagi ikan. Perkembangan usaha dalam perikanan berpengaruh terhadap
kemungkinan terbukanya kesempatan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat. Peningkatan produksi ikan dapat dicapai dengan metode budidaya
ekstensif dan juga dengan metode budidaya intensif.
B. Tujuan
-
Mengetahui teknis budidaya ikan
nila dan lele dalam budidaya perikanan
-
Mengetahui pengaruh padat tebar dan
ukuran ikan nila dan lele terhadap pertumbuhan dan survival ratenya.
-
Mengetahui parameter apa saja yang
mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate ikan nila dan lele dalam sistem
polikultur dan monokultur.
-
Mengetahui cara panen dan
pengangkutan ikan pascapanen.
-
Mengetahui cara analisis usaha
budidaya ikan nila dan lele.
C. Manfaat
Pentingnya komoditas kedua
ikan tersebut, mengaharuskan untuk meningkatkan kegiatan budidaya ikan nila dan
patin agar pengetahuan budidaya ini terus meningkat dan juga meningkatkan
produksi ikan di Indonesia. Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar ini dilakukan
agar dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan bagaimana teknik budidaya ikan
nila dan lele agar praktikan mampu mengetahui lebih dalam lagi apa saja yang
harus dilakukan dalam teknis budidaya mulai dari awal sampai akhir aik iyu
dengan sistem polikutur maupun monokultur (pascapanen).
I.
METODOLOGI
A. Alat
dan Bahan
1. Alat
-
Bak fiber (3)
-
Kolam ikan (3)
-
Pipa paralon
-
Aerator
-
Ember
-
Seser
-
Timbangan
-
Penggaris
-
Plastik
-
Kalkulator
-
Tali
-
Jala
|
-
Botol oksigen
-
Pipet ukur
-
Pipet tetes
-
Gelas ukur
-
Kempot
-
Erlenmeyer
-
Thermometer
-
pH meter
-
Alat tulis
-
Cangkul
-
Jaring
|
2. Bahan
-
Ikan nila (Oreochromis sp.)
-
Ikan lele (Clarias sp.)
-
Pellet
-
Larutan titrasi DO (MnSO4,
reagen O2, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/88
Na2S2O3)
-
Larutan titrasi CO2
(indicator PP, 1/44 NaOH)
-
Larutan titrasi alkalinitas
(Indikator PP, Metyl Orange, 1/50 H2SO4)
-
Pupuk
-
Kapur
-
Garam
B. Cara
Kerja
1.
Bak
-
Bak pemeliharaan dibersihkan
-
Isi dengan air secukupnya.
-
Pasang aerator
-
Menebar ikan lele dan nila dengan
ketentuan sebagai berikut:
o Bak
I monokultur = 30 ekor ikan nila
o Bak
II monokultur = 30 ekor ikan lele
o Bak
III polikultur = 20 ekor ikan nila dan 10 ekor ikan lele
-
Sampling panjang total dan berat
tubuh sebanyak 15% dari total individu
-
Menimbang pakan sebanyak 3% dari
total biomassa: 3/100 x berat total = a gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a
gram/2 = b gram
-
Untuk menentukan pakan pada
sampling berikutnya:
§
§ =
rata-rata berat x jumlah ikan yang hidup x 3%
-
Memberi makan sebanyak 2x sehari
-
Mengukur parameter kualitas air
pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2,
alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
-
Mencatat ikan yang mati pada saat
pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
-
Pemeliharaan dilakukan selama 6
minggu
2. Kolam
-
Persiapan kolam yang meliputi
perbaikan pematang, perbaikan dasar kolam pengapuran dan pemupukan
-
Kolam dibiarkan selama 1 hari.
-
Lakukan pengisisan air secukupnya.
-
Menebar ikan lele dan nila dengan
ketentuan sebagai berikut :
o Kolam
I monokultur = 100 ekor ikan nila
o Kolam
II monokultur = 100 ekor ikan lele
o Kolam
III polikultur = 70 ekor ikan nila dan 30 ekor ikan lele
-
Sampling panjang total dan berat
tubuh sebanyak 15% dari total individu
-
Menimbang pakan sebanyak 3% dari
total biomassa: 3/100 x berat total = a gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a
gram/2 = b gram
-
Untuk menentukan pakan pada
sampling berikutnya:
o
o
= rata-rata berat x jumlah ikan
yang hidup x 3%
-
Memberi makan sebanyak 2x sehari
-
Mengukur parameter kualitas air
pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2,
alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
-
Mencatat ikan yang mati pada saat
pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
-
Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu
3.
Pengairan Kolam dan Bak
-
Tutup pintu keluar kolam dan bak
sehingga terjamin tidak bocor dan dipasang saringan pada pintu masuk air kolam.
Bak dialiri air dengan paralon
-
Isikan air kedalam bak dan kolam
4.
Benih Ikan dan Penebaran
-
Diukur panjang dan lebar kolam,
kemudian hitung luas volumenya dengan kedalam air yang akan dipertahankan
selama pemeliharaan
-
Dihitung kepadatan benih yang akan
ditebarkan dengan rumus SD= AQ/W2-W1 : H. (SD= kepadatan, A= Luas kolam, Q=
perkiraan berat panen, W1= ukuran bnih tebar, W2= ukuran benih panen dan H= jumlah ikan hidup)
-
Siapkan benih dan di
aklimatisasikan selama 1 hari
-
Seleksi benih
-
Timbang dan dihitung jumlah
biomassa benih yang akan ditebarkan
-
Lakukan penebaran
-
Pemupukan
-
Siapkan pupuk kandang (kadar air
10-15%) untuk setiap luas 1 meter dan satu kali penggunaaan dengan dosis
0,5-0,75 kg untuk menumbuhkan organisme bentik
-
Untuk peretumbuhan plankton (FP)
ditambahkan pupuk anoganik sebanyak 0,4 urea dan 1 g super fosfat yang dicampur
dengan pupuk organic dan ditebarkan secara merata
5.
Pemberian Pakan
-
Gunakan berat total awal ikan pada
penebaran sebagai asumsu dalam dosis pakan yang diberikan (3% untuk kolam dan
5% untuk bak)
-
Lakukan pemberian pakan setiap hari
pada waktu pagi dan sore ha
6.
Pengendalian Hama, Penyakit dan
Gulma Air
-
Kelilingi kolam dengan mengecek
pengairan juga mengamati bila ikan terkena penyakit, tidak sehat, mati ataupun
adanya hama ikan
-
Ikan yang mati dihitung sedangkan
ikan yang diduga terserang penyakit diamati dan jika terserang penyakit maka
ikan diobati atau dipisahkan dalam bak lain
-
Adanya hama ikan seperti ular dan
dikontrol dengan membunuh secara mekanis atau dengan memberi perangkat.
-
Tempat-tempat yang diduga sebagai
tempat persembunyiaan hama ikan dibersihkan.
7.
Pengamatan kualitas air
·
Suhu udara
Termometer
Ô
Gantungkan
+ tunggu 5 menit
Ô
Baca
skala yang terlihat
Ô
Catat
·
Suhu air
Termometer
Ô
Rendam
+ tunggu 5 menit
Ô
Baca
skala yang terlihat
Ô
Catat
·
pH
Sampel
air
Ô
Baca
skala pada pH meter
Ô
Catat
·
DO
Sampel
air
Ô
Botol
oksigen
Ô
1
ml reagen oksigen
Ô
1ml
MnSO4
Ô
Gojog
Ô
1
ml H2SO4
Ô
Gojog
Ô
Ambil
50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4
tetes indikator amilum
(warna
biru tua)
Ô
Titrasi
1/80 N Na2S2O3
(warna
bening)
Ô
Hitung
1/80 N Na2S2O3 yang digunakan
Perhitungan:
1 Ml 1/80 N NaSO = 0,1 mg O/L
Kandungan O terlarut x a x (f) x 0,1
mg/l
f = Faktor koreksi = 1
·
CO2 bebas
Sampel
air
Ô
Botol
oksigen
Ô
Ambil
50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4
tetes indikator pp
(bila
berwarna rose berarti tidak
mengandung
CO2 bebas,bila tetap bening)
Ô
Titrasi
dengan 1/44 N NaOH (warna rose)
Ô
Hitung
1/44 N NaOH yang digunakan
Perhitungan:
1 ml 1/44 N NaOH =
1 mg CO
Kandungan CO = x a
x (f) x 1
mg/l
(f) = faktor koreksi = 1
·
Alkalinitas
Sampel
air
Ô
Botol
oksigen
Ô
Ambil
50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4
tetes indikator pp Ã’ (bila warna rose)
Ô Ô
(bila
warna bening) titrasi 1/50
N H2SO4
(warna
bening)
Ô
Indikator
MO
Ô
Tetrasi
1/50 N H2SO4
(warna
merah jerami)
Ô
Hitung
1/50 N NaOH yang digunakan
Perhitungan:
Kandungan COˉ= x c
x (f ) mg/l………..(=x)
Kandungan HCOˉ= x d x (f)
mg/l ………...(=y)
8.
Perhitungan Kepadatan Plankton
-
Mengambil
air sampel dengan ember.
-
Menyaring
air dengan plankton net, kemudian memasukan kedalam plastik
atau wadah penyimpanan
-
Mengambil
air pada plastik atau wadah penyimpanan dengan pipet ukur dan memasukkannya pada SR. memberi
formalin
atau tanpa formalin dan menutup
dengan kaca secara hati-hati supaya tidak timbul gelembung udara.
-
Melakukan
pengamatan di bawah mikroskop dengan menentukan 10 bidang pandang yang
berlainan.
-
Menghitung
densitas plankton (D) dan indeks diversitas (H) dengan
menggunakan rumus:
§
§
9.
Simulasi Pengangkutan
-
Menyiapkan alat dan bahan
-
Mengambil ikan
-
Mengukur DO awal
-
Menimbang ikan yang akan diangkut
-
Memasukan air dalam plastik
-
Memasukan ikan ke dalam plastic/drum
yang telah berisi air
-
Mengisi plastik yang berisi air dan ikan
dengan oksigen dan drum tanpa oksigen
-
Mengikat plastik menggunakan karet dan
drum ditutup
-
Meletakkan dalam ayunan
-
Mengayun selama 2 jam
-
Mengukur DO akhir setelah 2 jam
II.
HASIL PENGAMATAN
Terlampir
III.
PEMBAHASAN
A. Polikultur
dan Monokultur
Polikultur merupakan
metode budidaya yang digunakan untuk pemeliharaan banyak produk/spesies dalam
satu lahan. Dengan sistem ini diperoleh manfaat yaitu tingkat produktifitas
lahan yang tinggi. Pada prinsipnya terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
produk yang harus diatur sehingga tidak terjadi persaingan antar produk dalam
memperoleh pakannya, selain itu setiap produk diharapkan dapat saling
memanfaatkan sehingga terjadi sirkulasi dalam satu lokasi budidaya. Penerapan
teknik budidaya secara polikultur diharapkan dapat meningkatkan craying
capacity atau daya dukung lahan tambak pada keadaan tertentu, dimana
pertumbuhan produksi akan tetap stabil. Hasil produksi dengan sistem
monokultur, petani hanya dapat memanen satu produk dalam satu periode. Namun
dengan polikultur, hasil panen dalam satu periode akan bertambah dengan
pemanfaatan lahan luasan yang sama, hal ini sangat membantu peningkatan
penghasilan petambak (Syahid dkk, 2006). Kelebihan metode polikultur adalah
sebagai berikut pakan alami dapat dimanfaatkan secara efektif, penggunaan lahan
efisien dengan luas yang sama dipelihara
ikan dengan kepadatan tinggi, secara keseluruhan produksi lebih banyak,
produksi tiap spesies ikan tinggi dibanding (Arief, 2000).
Monokultur merupakan
suatu metode memelihara ikan di dalam sebuah kolam dengan satu jenis spesies
saja. Biasanya dilakukan pada budidaya ikan / udang intensif seperti ikan mas
pada kolam air deras¸ udang vanamae di tambak dan ikan nila dalam karamba.
Sifat budidaya dengan metode monokultur antara lain padat tebar sangat tinggi
(stocking density), tergantung pakan buatan (artificial feeding), perlu aerasi
tambahan, perlu pergantian dan sirkulasi air mengalir secara teratur (Arief,
2000).
B.
Spesifikasi ikan Nila dan Lele dalam Kediatan
Budidaya
Praktikum
kali ini menggunakan ikan nila dan lele. Menurut Cholik (1991), ikan nila dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub
phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Ordo : Pecomorphi
Family : Cichilidae
Genus : Oreochromis
Spesie : Oreochromis niloticus
Ikan
nila mempunyai morfologi sebagai berikut:
1. Badan
memanjang, bentuk tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil,
garis linea lateralis terputus dan terbagi dua yaitu bagian atas dan bawah,
memiliki 5 buah sirip dengan rumus D.XVI.12; C.V.1.5; P.12; dan A.III.9.
perbandingan antara panjang total dan tinggi tubuhnya yaitu 3:1.
2. Sisik
besar dan kasar berbentuk stenoid, mempunyai jumlah sisik pada gurat sisi
sebanyak 34 buah, terdapat 8 buah garis tegak pada kedua sisi tubuh.
3. Sirip
punggung berwarna hitam, sirip dada menghitam. Pada sirip ekor terdapat 6 buah
garis tegak, sedangkan pada sirip punggung terdapat 8 buah. Pinggir sirip
punggung berwarna abu-abu atau hitam.
4. Mata
besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih.
Ciri-ciri
untuk membedakan induk jantan dan betina yaitu:
1. Betina
a. Terdapat
tiga buah lubang pada urogenital yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan
lubang urine.
b. Sisik
lebih kecil, bentuk hidung agak lancip dan berwarna kuning jelas.
c. Ujung
sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.
d. Sirip
punggung dan sirip ekor bergaris berlanjut dan melingkar.
e. Warna
perut lebih putih.
f. Warna
dagu putih.
g. Jika
perut distriping, tidak mengeluarkan cairan.
2. Jantan
a. Pada
alat urogenital terdapat dua buah lubang yaitu: anus dan lubang sperma
merangkap lubang urine.
b. Sisik
lebih besar, bentuk hidung dan rahang belakang melebar berwarna biru muda.
c. Ujung
sirip berwarna kemerah-merahan terang jelas.
d. Sirip
punggung dan sirip ekor merupakan garis putus-putus.
e. Warna
perut lebih gelap / kehitam-hitaman.
f. Jika
perut distriping akan mengeluarkan cairan.
Ikan
nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis ikan
ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah sungai Nil di
Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1969
dari Taiwan. Jenis ikan ini memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar,
sehingga pembudidayaannya cukup mudah. Ikan nila hidup di habitat sungai,
danau, waduk, rawa, sawah dan tambak. Ikan nila tumbuh normal pada suhu 14-38oC.
Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37oC. Akan tetapi
suhu optimum untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan pada suhu 25-30oC.
suhu rendah dan tinggi yang mematikan adalah 6oC dan 42oC.
Nilai pH yang dapat ditolerir antara 5-11, namun kehidupan normal menghendaki
pH 7-8. Banyak ditemukan diperairan tenang, dan dapat hidup pada salinitas 0-29
permil. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah
liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan masa air yang
besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam. Kemiringan
tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan
pengairan kolam secara gravitasi. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah
sampai agak tinggi (500 m dpl). Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus
bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan
minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan
menghambat pertumbuhan ikan nila. Lain halnya bila kekeruhan disebabkan oleh
adanya plankton. Air yang kaya plankton akan berwarna hijau kekuningan dan
hijau kecoklatan karena banyak mengandung diatom. Sedangkan plankton/alga
birukurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton
harus dikendalikan dan dapat diukur dengan secchi disc. Untuk di kolam dan
tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm. Debit air untuk kolam air
tenang 8-15 liter/detik/ha. Ikan nila baik hidup pada kondisi perairan tenang
dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air
arus deras (Cholik, 1991; Murtidjo,2001).
Nila merah termasuk omnivor atau ikan pemakan
segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat
larva, setelah habis kuning telur, nila merah suka dengan fitoplankton. Besar
sedikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp,
Impusoria sp, Daphnia sp, Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka
dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Atas dasar
kebiasaan tempat makan, ikan digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu ikan
bottom feeder, middle feeder dan floating feeder. Bottom feeder adalah ikan
pemakan dasar perairan, seperti ikan mas. Middle feeder adalah pemakan di
tengah perairan. Floating feeder adalah pemakan di permukaan air. Nila merah bukan bottom feeder, tetapi
floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan.
Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan
pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai
mengaduk-ngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas. Atas dasar cara makan,
ikan dibagi ke dalam dua golongan, yaitu ikan yang aktif dan ikan yang pasif.
Nila merah termasuk ikan yang aktif pada siang hari (diurnal). Ikan itu akan
bergerak dengan cepat ketika diberi pakan tambahan. Penciumannya sangat tajam.
Meski termasuk ikan yang aktif tetapi bila sudah kenyang akan menghindari pakan
itu (Cholik, 1991).
Induk ikan nila juga perlu pakan tambahan berupa
pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%.
Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam
pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dari taoge dan
daun-daunan/sayuran yang diiris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air
seperti ganggang (Hydrilla). Ikan nila yang berumur 1-3 bulan butuh nilai
protein antara 35%-50% sedangkan ikan nila yang berumur 4 bulan keatas butuh
nilai protein antara 25%-30% (Cholik, 1991).
Ikan nila dapat memijah 6 – 7 kali dalam
setahun. Frekuensi pemijahan terbanyak terjadi pada musim hujan. Seekor ikan
nila betina dengan berat 600 gram menghasilkan larva sebanyak 1200 – 1500 ekor
setiap pemijahan. Ikan nila jantan pada masa birahi kelihatan tegar dan
berwarna cerah serta agresif mempertahankan teritorialnya. Ikan nila jantan
akan membuat sarang di daerah terotirial, sarang tersebut berupa lekukan di
dasar perairan berbentuk bulat dengan diameter sebanding dengan ukuran ikan
jantan. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur.
Setiap proses pemijahan berlangsung sangat cepat sekitar 50 – 60 detik,
menghasilkan 20 – 40 telur yang telah dibuahi. Peristiwa ini berlangsung
beberapa kali selama 20 – 60 menit dengan pasangan yang sama atau berbeda. Daur
hidup ikan nila berlangsung selama 5 – 6 bulan. Telur mempunyai garis tengah
sekitar 2,8 mm berwarna abu-abu sampai kuning, tidak lekat, tenggelam. Telur
dierami dalam mulut dan menetas setelah 4 – 5 hari menghasilkan larva dengan
panjang sekitar 4 – 5 mm. Larva diasuh dalam mulut induk betina sampai menjadi
benih selama 11 hari sehingga mencapai ukuran 8 mm. Ikan nila mencapai dewasa
pada umur 4 – 5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan yang
produktif berumur 1,5 – 2 tahun dengan bobot di atas 500 gram. Memijah
sepanjang tahun dan mulai memijah umur 6 – 8 bulan. Seekor induk betina ukuran
200 – 400 gram dapat menghasilkan anak 500 – 400 ekor (Cholik, 1991).
Menurut Murtidjo (2001) dan Afrianto dan Liviawaty
(1998), teknik budidaya ikan nila (Oreochromis sp.) dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1.
Penyiapan
Sarana dan Peralatan
a.
Kolam
Sarana berupa kolam yang perlu
disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistem
pemeliharaannya (sistem 1 kolam, 2 kolam dan sebagainya). Adapun jenis kolam
yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:
·
Kolam
pemeliharaan induk/kolam pemijahan Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan,
kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 m2 dan
kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan
adalah suhu air berkisar antara 20 – 22°C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam
sebaiknya berpasir.
·
Kolam
pemeliharaan benih/kolam pendederan. Luas kolam tidak lebih dari 50 – 100 m2.
Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2.
Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat
benih ikan berukuran 3-5 cm.
·
Kolam
pembesaran. Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan
membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini
diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
1. Kolam pembesaran tahap I berfungsi
untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya
berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 m2/kolam.
Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran
ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka
benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.
2. Kolam pembesaran tahap II berfungsi
untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau
sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm.
Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/m2.
3. Pembesaran tahap III berfungsi untuk
membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas
500-2.000 m2.
·
Kolam/tempat
pemberokan. Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa
Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa
dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang
diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan
nila. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air
sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1 - 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
b.
Peralatan
Alat-alat yang biasa digunakan dalam
usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah jala, waring (anco), hapa (kotak
dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser,
ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar
(kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur
kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap
ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan
diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba
kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban
(untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote
(untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan
benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut
benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm ke atas), anco/hanco (untuk
menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi),
scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu ke atas), seser
(gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat
(untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
c.
Persiapan
Media
Yang
dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan
ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dan lain sebagainya. Dalam
menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan
kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama
dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/m2, diberi pemupukan berupa
pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/m2,
bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing
dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
2.
Pembibitan
a.
Pemilihan
Bibit dan Induk
Ciri-ciri induk bibit nila yang
unggul adalah sebagai berikut:
-
Mampu
memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang tinggi.
-
Pertumbuhannya
sangat cepat.
-
Sangat
responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.
-
Resisten
terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
-
Dapat
hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
-
Ukuran
induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur
sekitar 4-5 bulan.
a.
Pembenihan
dan Pemeliharaan Benih
Pada usaha pembenihan, kegiatan yang
dilakukan adalah :
-
Memelihara
dan memijahkan induk ikan untuk menghasilkan burayak (anak ikan).
-
Memelihara
burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih besar. Usaha
pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini
berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan nila yang baru lepas
dan mulut induknya disebut "benih kebul". Benih yang berumur 2-3
minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebut juga putihan (Jawa
Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau
di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran
6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih
nila merah. Berumur 2-3 minggu, ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara
di tempat lain lagi selama 1- 1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah
mencapai 10-12 cm dengan berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.
b.
Pemeliharaan
Pembesaran
Dua minggu sebelum dan dipergunakan
kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari,
dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu
air diperbaiki jangan sampai teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar
jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran
air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya.
Untuk mi dipergunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur
panas, Ca 0). Kalau dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk
kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang
dionggokkan di depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar
merata. Dosis pupuk kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi.
Mula-mula sedalam 5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah
dasar kolam.Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80-100 cm. Kini kolam siap
untuk ditebari induk ikan.
·
Pemupukan
Pemupukan dengan jenis pupuk
organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang
diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah
setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah. Beberapa hari sebelum
penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu. Pematang dan pintu air
kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan. Setelah itu,
dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk
menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah serangan
penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik sebanyak 300-1.000 kg/ha. Pupuk
Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea dan TSP diberikan dengan
dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di dasar kolam. Selesai
pemupukan kalam diairi sedalam 10 cm dan dibiarkan 3-4 hari agar terjadi reaksi
antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Han kelima air kolam
ditambah sampai menjadi sedalam 50 cm. Setelah sehari semalam, air kolam
tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang
ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar
kolam juga mulai banyak terdapat organisme renik yang berupa kutu air,
jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama
pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75- 100 cm. Pemupukan susulan harus
dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai habis.
Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kglha. Pupuk itu
dibagi menjadi empat dan masing-masing dimasukkan ke dalam keranjang bambu.
Kemudian keranjang diletakkan di dasar kolam, dua bush di kin dan dua buah di
sisi kanan aliran air masuk. Sedangkan yang dua keranjang lagi diletakkan di
sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-masing sebanyak 30 kg/ha diletakkan di
dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil agar pupuk sedikit demi
sedikit. Kantong pupuk tersebut digantungkan pada sebatang bambu yang
dipancangkan di dasar kolam. Posisi terendam tetapi tidak sampai ke dasar
kolam. Selain pemupukan ulang, ikan nila juga harus tetap diberi dedak dan
katul. pemupukan di atas dapat dilakukan untuk kolam air tawar, payau atau
sawah yang diberakan.
·
Pemberian
Pakan
Pemupukan kolam telah merangsang
tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar,
seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu
dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan
tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak
tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang
cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal
dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan
tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk
kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui berat bio massa maka
diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat
rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam.
Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa
220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum
ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti
bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau
han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan
sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan
kolam.
·
Pemeliharaan
Kolam/Tambak
Sistem dan intensitas pemeliharaan
ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia.Target
produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen
menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda-beda. Intensitas usaha dibagi
dalam tiga tingkat, yaitu
Ø Sistem ekstenslf (teknologi
sederhana)
Sistem ekstensif merupakan sistem
pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana.
Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula dilakukan di sawah. Pengairan
tergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan
yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Sistem
pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini telah dipopulerkan di wilayah
desa miskin. Pemupukan tidak diterapkan secara khusus. Ikan diberi pakan berupa
bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur limbah pertanian (dedak,
bungkil kelapa dll.). Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak
besar dapat dipanen sewaktu-waktu. Hasil pemeliharaan sistem ekstensif sebenar
cukup lumayan, karena pemanenannya bertahap. Untuk kolam herukuran 2 x 1 x 1 m
ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor. Setelah 2 bulan
diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian beranak, demikian seterus. Total
produksi sistem ini dapat mencapai 1.000 kg/ha/tahun 2 bln. Penggantian air
kolam menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.
Ø Sistem semi-Intensif (teknologi
madya)
Pemeliharaan semi-intensif dapat
dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Pemeliharaan ini
biasanya digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan
dan pemberian pakan tambahan yang teratur. Prasarana berupa saluran irigasi
cukup baik sehingga kolam dapat berproduksi 2-3 kali per tahun. Selain itu,
penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di sawah
hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi atau
sebagai penyelang. OIeh karena itu, hasil ikan dan sawah ukurannya tak lebih
dari 50 gr. Itu pun kalau benih yang dipelihara sudah berupa benih gelondongan
besar. Budi daya ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara
monokultur maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem
tunggal kelamin. Hal ini karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan ikan nila
betina. Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated),
artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan
industri rumah tangga. Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang
dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam. Usaha tani
kangkung, genjer dan sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila.
Limbah sayuran menjadi pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur
yang kotor dan kolam ikan dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran. Usaha
huler/penggilingan padi mempunyai hasil sampingan berupa dedak dan katul. Oleh
karena itu, sebaiknya dibangun kolam ikan di dekat penggilingan tersebut. Hasil
penelitian Balai Penelitian Perikanan sistem integrated dapat menghasilkan ikan
sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.
Ø Sistem intensif (teknologi maju)
Sistem pemeliharaan intensif adalah
sistem pemeliharaan ikan paling modern. Produksi ikan tinggi sampai sangat
tinggi disesuaikan dengankebutuhan pasar. Pemeliharaan dapat dilakukan di kolam
atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat dilakukan
sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti
setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Pada usaha intensif, benih ikan
nita yang dipelihara harus tunggal dain jantan saja. Pakan yang diberikan juga
harus bermutu. Ransum hariannya 3% dan berat biomassa ikan per hari. makanan
sebaiknya berupa pelet yang berkadar protein 25-26%, lemak 6-8%. Pemberian
pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat diamati nafsu makan
ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan knya habis dalam waktu 5 menit. Jika pakan
tidak habis dalam waktu 5 menit berarti ikan mendapat gangguan. Gangguan itu
berupa serangan penyakit, perubahan kualitas air, udara panas, terlalu sering
diberi pakan.
3.
Panen
Pemanenan ikan nila dapat dilakukan
dengan cara: panen total dan panen sebagian:
a.
Panen
total
Panen total dilakukan dengan cara
mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak
penangkapan dibuat seluas 1 m2 di depan pintu pengeluaran (monnik),
sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat
keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan
pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
b.
Panen
sebagian atau panen selektif
Panen selektif dilakukan tanpa
pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi
umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring),
sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan
larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
4.
Pasca
panen
Penanganan pascapanen ikan nila
dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar:
a.
Penanganan
ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan
lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu
diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar
dan sehat antara lain:
·
Dalam
pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20°C.
·
Waktu
pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
·
Jumlah
kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
b.
Penanganan
ikan segar
Ikan merupakan produk yang cepat turun
kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara
lain:
·
Penangkapan
harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
·
Sebelum
dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
·
Wadah
pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam
perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun
pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau
fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
·
Ikan
diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6 – 7°C.
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es
dan ikan yaitu 1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian
ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es
lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga
antara ikan dengan penutup kotak.
c.
Sedangkan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan benih adalah sebagai berikut:
-
Benih
ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak
cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem
tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
-
Air
yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit
serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah
diaerasi semalam.
-
Sebelum
diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat
pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak
pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran
tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor
dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan
ukuran benihnya.
-
Berdasarkan
lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Sistem terbuka, dilakukan untuk
mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat
pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan
dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
b. Sistem tertutup, dilakukan untuk
pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam,
menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih
5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara
pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
Ø masukkan air bersih ke dalam kantong
plastik kemudian benih;
Ø hilangkan udara dengan menekan kantong
plastik ke permukaan air;
Ø alirkan oksigen dari tabung
dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga
(air:oksigen yaitu 1:2);
Ø kantong plastik lalu diikat.
Ø kantong plastik dimasukkan ke dalam
dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m,
lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah
sebagai berikut:
a) Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm
dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
b)
Buka
kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit
demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi
perlahan-lahan.
c)
Pindahkan
benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1- 2 menit.
d)
Masukan
benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi
pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm
selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain
seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
e)
Setelah
1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
Klasifikasi
ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah sebagai
berikut :
Kingdom :
Animalia
Sub-kingdom :
Metazoa
Phyllum :
Chordata
Sub-phyllum :
Vertebrata
Klas :
Pisces
Sub-klas :
Teleostei
Ordo :
Ostariophysi
Sub-ordo :
Siluroidea
Familia :
Clariidae
Genus :
Clarias sp.
Di
Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan :
1.
Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera
Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2.
Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih
(Padang).
3.
Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais
(Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4.
Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera
Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5.
Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan
penang (Kalimantan Timur).
6.
Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat
fish, berasal dari Afrika.
Ikan
lele merupakan ikan air tawar yang memeiliki bentuk tubuh memanjang yang makin
kebelakang makin pipih, kepalanya besar dan gepeng. Ikan lele senang hidup di
dalam air yang alirannya tidak deras. Ikan lele tidak bersisik, licin,
mempunyai empat pasang sungut disekitar mulutnya, dan pada kedua sirip dadanya
terdapat taji yang runcing. Taji tersebut selain sebagai alat untuk
mempertahankan diri juga digunakan sebagai alat untuk merayap. Selain itu,
sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur. Ikan lele tergolong ikan
karnivora yang memiliki alat bantu pernafasan alau labirin, sehingga sanggup
hidup dalam kondisi oksigen terbatas dan tahan terhadap kondisi limbah. Ikan
lele sanggup hidup dengan baik pada perairan yang berada 0 m – 700 m di atas
permukaan laut dengan kondisi lingkungan yang bertemperatur 25-30°C. Dalam
perkembangbiakannya dialam, ikan lele memijah pada musim hujan. Ikan lele
mengalami dewasa kelamin setelah berusia dua tahun. Sepasang ikan lele yang
siap memijah akan mencari tempat beerlindung yang aman atau mencari lubang.
Lele betina akan melepaskan telurnya dan diikuti lele jantan yang mengeluarkan
spermatozoa. Setelah pemijahan dan pembuahan telur, selama 24 jam telur akan
menetas jika temperature air 25-30°C. Dalam sekali bertelur, ikan lele mampu
bertelur sekitar 1000 – 4000 butir telur. Benih ikan lele akan mulai mencari
makan setelah berusia lima hari ( Murtidjo, 2001).
Menurut
Prihatman (2000) teknik budidaya ikan lele adalah sebagai berikut :
1. Persyaratan
lokasi
-
Tanah yang baik untuk kolam
pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan
subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah,
kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
-
Ikan lele hidup dengan baik di
daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
-
Elevasi tanah dari permukaan sumber
air dan kolam adalah 5-10%.
-
Lokasi untuk pembuatan kolam harus
berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan
raya.
-
Lokasi untuk pembuatan kolam
hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya
mudah rontok.
-
Ikan lele dapat hidup pada suhu
20°C, dengan suhu optimal antara 25-28°C
-
Sedangkan untuk pertumbuhan larva
diperlukan kisaran suhu antara 26- 30°C dan untuk pemijahan 24-28°C.
-
Ikan lele dapat hidup dalam
perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek,
keruh, kotor dan miskin zat O2.
-
Perairan tidak boleh tercemar oleh
bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan
lainnya yang dapat mematikan ikan.
-
Perairan yang banyak mengandung
zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan
perairan yang rawan banjir.
-
Permukaan perairan tidak boleh
tertutup rapat oleh sampah atau daundaunan hidup, seperti enceng gondok.
-
Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan
(derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm; turbidity
(kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60 cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang
cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan
kandungan CO2 kurang dari 12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56
mg/liter.
2. Penyiapan
Bibit
a.
Pemilihan Induk
1.
Ciri-ciri induk lele jantan:
-
Kepalanya lebih kecil dari induk
ikan lele betina.
-
Warna kulit dada agak tua bila
dibanding induk ikan lele betina.
-
Urogenital papilla (kelamin) agak
menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna
kemerahan.
-
Gerakannya lincah, tulang kepala
pendek dan agak gepeng (depress).
-
Perutnya lebih langsing dan kenyal
bila dibanding induk ikan lele betina.
-
Bila bagian perut di stripping
secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental
(spermatozoa-mani).
-
Kulit lebih halus dibanding induk
ikan lele betina.
2.
Ciri-ciri induk lele betina
-
Kepalanya lebih besar dibanding
induk lele jantan.
-
Warna kulit dada agak terang.
-
Urogenital papilla (kelamin)
berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan
terletak di belakang anus.
-
Gerakannya lambat, tulang kepala
pendek dan agak cembung.
-
Perutnya lebih gembung dan lunak.
-
Bila bagian perut di stripping
secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan
kekuning-kuningan (ovum/telur).
3.
Syarat induk lele yang baik:
-
Kulitnya lebih kasar dibanding
induk lele jantan.
-
Induk lele diambil dari lele yang
dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.
-
Berat badannya berkisar antara
100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.
-
Bentuk badan simetris, tidak
bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
-
Umur induk jantan di atas tujuh
bulan, sedangkan induk betina berumur satu tahun.
-
Frekuensi pemijahan bisa satu bula
sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat
apabila makanannya mengandung cukup protein.
4.
Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah
-
calon induk terlihat mulai
berpasang pasangan,
-
kejar-kejaran antara yang jantan
dan yang betina.
-
Induk tersebut segera ditangkap dan
dipisahkan ke kolam lain untuk dipijahkan.
5.
Perawatan induk lele:
-
Selama masa pemijahan dan masa
perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti
cincangan daging bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan
(pellet). Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relative tinggi,
yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena
kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra harus dihentikan seminggu
menjelang perkawinan atau pemijahan.
-
Makanan diberikan pagi hari dan
sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.
-
Setelah benih berumur seminggu,
induk betina dipisahkan, sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga
anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur
2 minggu.
-
Segera pisahkan induk-induk yang
mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
-
Mengatur aliran air masuk yang
bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
3. Pemijahan
-
Siapkan induk lele betina sebanyak
2 x jumlah sarang yang tersediadan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau
satu pasang per sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah
satu).
-
Masukkan induk yang terpilih ke
kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.
-
Beri/masukkan makanan yang
berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan
semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang
ditebarkan .
-
Biarkan sampai 10 hari.
-
Setelah induk dalam kolam selama 10
hari, air dalam kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran
atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10 hari. Pada
saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan selama 10 hari berikutnya
induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di
sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu
kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
-
Benih lele dikeluarkan dari sarnag
ke kolam pendederan dengan cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan,
lalu benih dialirkan melalui pipa pengeluaran.
-
Benih-benih lele yang sudah
dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara intensif, ukuran benih
1-2 cm, dengan kepadatan 60 -100 ekor/m2.
-
Dari seekor induk lele dapat
menghasilkan ± 2000 ekor benih lele. Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada
sore hari atau malam hari.
4. Perawatan
bibit
a. Kolam untuk pendederan:
-
Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar
50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus,
halus, dan licin, sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak
akan melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air. Kemiringan
dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat
pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang pralon dengan diameter 3-5 cm
dan panjang 10 m.
-
Kira-kira 10 cm dari pengeluaran
air dipasang saringan yang dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan
dalam dinding kolam. Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari
bahan plastic berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
-
Setiap kolam pendederan dipasang
pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran
dihubungkan dengan pipa plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian
air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai
gantungan.
-
Minggu ketiga, benih dipindahkan ke
kolam pendederan yang lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring,
tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.
-
Kolam pendederan yang baru
berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang
sebelumnya.
b. Penjarangan:
1. Penjarangan adalah
mengurangi padat penebaran yang dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah
lebih besar, sehingga volume ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
-
Apabila tidak dilakukan penjarangan
dapat mengakibatkan :
-
Ikan berdesakan, sehingga tubuhnya
akan luka.
-
Terjadi perebutan ransum makanan
dan suatu saat dapat memicu mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil
dimakan oleh ikan yang lebih besar).
-
Suasana kolam tidak sehat oleh
menumpuknya CO2 dan NH3, dan O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele
terhambat.
2. Cara penjarangan pada
benih ikan lele :
-
Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000
ekor/m2
-
Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125
ekor/m2
-
Minggu 5-6, kepadatan tebar 525
ekor/m2
c. Pemberian pakan:
-
Hari pertama sampai ketiga, benih
lele mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak
menetas.
-
Hari keempat sampai minggu kedua
diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%.
Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi
dalam 4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air.
Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir, benih lele
harus dikenalkan dengan makanan dalam bentuk tepung yang berkadar protein 50%.
Sedikit dari tepung tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum
pemberian zooplankton. Makanan yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran
kuning telur, tepung udang dan sedikit bubur nestum.
-
Minggu ketiga diberi pakan sebanyak
43% x biomassa setiap hari.
-
Minggu keempat dan kelima diberi
pakan sebanyak 32% x biomassa setiap hari.
-
Minggu kelima diberi pakan sebanyak
21% x biomassa setiap hari.
-
Minggu ketiga diberi pakan sebanyak
43% x biomassa setiap hari.
-
Minggu keenam sudah bisa dicoba
dengan pemberian pelet apung.
d. Pengepakan dan
pengangkutan benih
1. Cara tertutup:
-
Kantong plastik yang kuat diisi air
bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik
dikeluarkan. O2 dari tabung dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam
plastik 1/3–1/4 bagian. Ujung plastik segera diikat rapat.
-
Plastik berisi benih lele
dimasukkan dalam kardus atau peti supaya tidak mudah pecah.
2. Cara terbuka dilakukan
bila jarak tidak terlalu jauh:
-
Benih lele dilaparkan terlebih
dahulu agar selama pengangkutan, air tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk
pengangkutan lebih dari 5 jam).
-
Tempat lele diisi dengan air
bersih, kemudian benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung
ukurannya. Benih ukuran 10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal
10.000/m3 atau 10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang
teduh.
5.
Pemeliharaan dan Pembesaran
1) Pemupukan
a)
Sebelum digunakan kolam dipupuk
dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang
menjadi makanan alami bagi benih lele.
b)
Pupuk yang digunakan adalah pupuk
kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambah urea
15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Selanjutnya
dibiarkan selama 3 hari.
c)
Kolam diisi kembali dengan air
segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air
kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak
jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.
d)
Secara bertahap ketinggian air
ditambah, sebelum benih lele ditebar.
2) Pemberian Pakan
a. Makanan Alami Ikan Lele
-
Makanan alamiah yang berupa
Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air.
-
Makanan berupa fitoplankton adalah
Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp
(gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
-
Ikan lele juga menyukai makanan
busuk yang berprotein.
-
Ikan lele juga menyukai kotoran
yang berasal dari kakus.
b. Makanan Tambahan
-
Pemeliharaan di kecomberan dapat
diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang
ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.
-
Campuran dedak dan ikan rucah (9:1)
atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).
-
c. Makanan Buatan (Pellet)
-
Komposisi bahan (% berat): tepung
ikan=27,00; bungkil kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang
tanah=18,00; tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00;
vitamin=1,00; mineral=0,500;
2. Proses pembuatan:
-
Dengan cara menghaluskan
bahan-bahan, dijadikan adonan seperti pasta, dicetak dan dikeringkan sampai
kadar airnya kurang dari 10%. Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk
minyak yang dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran
minyak juga dapat memperlambat pellet tenggelam.
3. Cara pemberian pakan:
-
Pellet mulai dikenalkan pada ikan
lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum
pemberian makanan yang berbentuk tepung.
-
Pada minggu 7 dan seterusnya sudah
dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.
-
Hindarkan pemberian pakan pada saat
terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.
3) Pemberian Vaksinasi
Cara-cara vaksinasi sebelum
benih ditebarkan:
-
Untuk mencegah penyakit karena
bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke
dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah
divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
-
Pencegahan penyakit karena bakteri
juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
-
Pencegahan penyakit karena jamur
dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate
2,5–3 ppm selama 30 menit.
4) Pemeliharaan Kolam/Tambak
-
Kolam diberi perlakuan pengapuran
dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk memberantas hama dan bibit penyakit.
-
Air dalam kolam/bak dibersihkan 1
bulan sekali dengan cara mengganti semua air kotor tersebut dengan air bersih
yang telah diendapkan 2 malam.
-
Kolam yang telah terjangkiti
penyakit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 200
gram/m2 selama satu minggu. Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar
kolam, kemudian dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam
retak-retak.
6.
Pemanenan
a. Penangkapan
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemanenan:
-
Lele dipanen pada umur 6-8 bulan,
kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada
umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
-
Pada lele Dumbo, pemanenan dapat
dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram per
ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2
kg dengan panjang 60-70 cm.
-
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada
pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan.
-
Kolam dikeringkan sebagian saja dan
ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau
jaring.
-
Bila penangkapan menggunakan
pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
-
Bila penangkapan menggunakan
jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele
mudah ditangkap.
-
Setelah dipanen, piaralah dulu lele
tersebut di dalam tong/bak/hapa selama 1-2 hari tanpa diberi makan agar bau
tanah dan bau amisnya hilang.
-
Lakukanlah penimbangan secepat
mungkin dan cukup satu kali.
b. Pembersihan
Setelah ikan lele dipanen,
kolam harus dibersihkan dengan cara:
-
Kolam dibersihkan dengan cara
menyiramkan/memasukkan larutan kapur sebanyak 20-200 gram/m2 pada dinding kolam
sampai rata.
-
Penyiraman dilanjutkan dengan
larutan formalin 40% atau larutan permanganat kalikus (PK) dengan cara yang
sama.
-
Kolam dibilas dengan air bersih dan
dipanaskan atau dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan
untuk membunuh penyakit yang ada di kolam.
7.
Pascapanen
Setelah
dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan
sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul kepalanya memakai muntu
atau kayu.Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat
menyebabkan daging terasa pahit. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat
dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan.
C. Tahapan
Budidaya
Beberapa
tahapan yang dilaksanakan pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar meliputi :
1. Persiapan
kolam dan bak budidaya
Persiapan
untuk kolam mula-mulanya dilakukan dengan mengeringkan kolam hingga benar
kering. Hal tersebut ditujukan untuk membersihkan kolam dari organisme
penyakit, organisme perantara dan insekta-insekta air yang merupakan parasit
penyebab penyakit ikan. Pengeringan kolam juga ditujukan untuk membersihkan
lumpur yang mengendap dan memperbaiki aerasi kolam. Lumpur yang terlalu
banyak/tebal akan menyebabkan terjadinya pendangkalan kolam. Erosi dan
gelombang air dapat menyebabkan terjadinya kemiringan pematang, dimana ketika
hujan lebat air dari luar akan secara otomatis masuk kedalam kolam dan menambah
debit air dalam kolam yang akan menyebabkan terjadinya penumpahan air kolam dan
berakibat kepada lepasnya ikan dari kolam pemeliharaan. Sebelum memulai aktifitas
pemeliharaan ada baiknya dilakukan pengecekan pintu air masuk dan kelengkapan
saringan. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga populasi ikan dan menghindari
terjadinya kerugiaan. Pengecekan saluran irigasai/air masuk dan keluar juga
perlu diperhatikan demi mengantisipasi terjadinya kebocoran dan penyusutan
debit air kolam. Kolam yang telah kering dan bersih selanjutnya dilakukan
pengapuran. Pengapuran ditujukan untuk meningkatkan alkalinitas dan kesadahan
sehingga pH air naik dan stabil, mendorong reaksi kimia lebih cepat dan
meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam kolam. Dosis pengapuran yang
digunakan tergantung dari tujuan, jenis bahan kapur, metode pengapuran dan
kondisi kolam. Jenis kapur yang biasa digunakan
meliputi CaO (quicklime), CaCO3 (limestone), Ca <OH> 2
(slake lime dan CaCN2 (calcium cyanide). Setelah dilakukan
pengapuran, langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu pemupukan. Pemupukan
ditujukan untuk menumbuhkan sejumlah makanan alami baik itu fitoplankton maupun
zooplankton dalam air kolam. Pupuk yang biasanya digunakan adalah pupuk kandang
berupa kotoran ayam kering. Pupuk kandang tersebut baiknya dimasukkan kedalam
karung dan dibiarkan mengapung terlebih dahulu sebelum tenggelam kedasar kolam.
Pemupukan dengan cara tersebut lebih baik jika dibandigkan dengan pemupukan
secara tebar langsung. Pupuk yang ada didalam karung akan menjaga ketersediaan
oksigen dalam air kolam.
Persiapan
bak pemeliharaan dapat dilakukan dengan menguras air dalam bak terlebih dahulu.
Bak yang telah kering kemudian dibersihkan dengan sikat dengan tujuan untuk
menghilangkan organisme-organisme ataupun insekta penyebab penyakit ikan. Bak
yang telah selesai disikat kemudian dicuci sampai bersih dan diisi air kembali.
2. Pengisian
air
Kebutuhan
air secara kuantitas dan kualitas untuk budidaya ikan tergantung pada system
yang diterapkan dan spesies ikan yang digunakan. Sistem budidaya yang
diterapkan kali ini adalah sistem budidaya dengan polikultur dan monokultur. Pengisisan
air ditujukan untuk mempertahankan level air kolam dan menjaga kualitas iar
agar memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan. Pengisian air kolam
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dengan mengecek saluran air keluar dan
dipastikan tidak mengalami kebocoran. Dan lebih dianjurkan memakai monik atau
saringan pada pintu masuk air. Keadaan kolam yang telah terjamin dari kebocoran
dapat dilakukan pengisian air. Sumber air yang digunakan untuk mengisi air
kolam pertama kali adalah air yang berasal dari tandon.
Pengisian
air untuk bak pemiliharaan dapat dilakukan dengan mengecek saluran air keluar
terlebih dahulu. Saluran air keluar yang telah tertutup dengan rapat akan
menghindari terjadinya kebocoran. Setalah dipastikan bak pemeliharaan aman
untuk digunakan, barulah air dimasukkan dengan menggunakan sumber air yang
berasal dari tandon. Setalah bak pemeliharaan terisi air dengan kebutuhan yang
disesuaikan barulah diberi aerasi dan dicek inlet dan outlet dari bak
pemeliharaan.
3. Penebaran
benih
Jumlah
ikan yang dipelihara setiap satuan luas atau kepadatan ikan tergantung pada
daya dukung atau carrying capacity kolam. Apabila jumlah benih yang ditebarkan
melebihi dari daya dukung, maka akan dihasilkan ukuran ikan yang kecil atau
kerdil. Penebaran benih dapat dilakukan setelah sebelumnya benih yang
didatangkan dari jarak yang jauh terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi.
Setelah benih aklimatisasi, barulah ditentukan ukuran, umur dan kondisi
kesehatan benih. Hal pertama yang dilakukan adalah mengukur panjang dan berat,
dimana dari data berat total ikan tersebut dapat diketahui jumlah dan berat
pakan yang dibutuhkan oleh ikan. Benih yang telah selesai diseleksi kemudian
ditebar pada wadah budidaya dengan ketentuan metode budidaya yang telah
disesuaikan sebagai berikut
-
Bak I monokultur ikan nila 30 ekor
-
Bak II monokultur ikan lele 30 ekor
-
Bak III polikultur ikan nila 20
ekor dan lele 10 ekor
-
Kolam I monokultur ikan nila 100
ekor
-
Kolam II monokultur ikan lele 100
ekor
-
Kolam III polikultur ikan nila 70
ekor dan lele 30 ekor
4. Pemberian
pakan
Pemberian
pakan dalam wadah budidaya dapat ditentukan berdasarkan berat total ikan pada
waktu penebaran (3% untuk kolam dan 5%
untuk bak). Setelah mengetahui berapa kebutuhan pakan dalam satu kali
pemberian, pakan berupa pellet ditimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing kelompok. Jadual piket
pemberian pakan disusun dan diusahakan masing-masing dari anggota
kelompok mendapat bagian untuk memberikan pakan. Pemberian pakan dapat
dilakukan pada pagi hari dan sore hari dan ada baiknya jika pemberian pakan
dilakukan secara teratur (tepat waktu) dan disaat memberikan pakan, ikan
diamati dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan.
5. Pengendalian
hama dan penyakit ikan
Proses ini ditujukan untuk menjaga ikan yang
dipelihara agar tetap sehat dan tetap utuh popilasinya serta menjaga kebersihan
dalam lingkungan budidaya. Kematian ikan karena perubahan lingkungan yang baru
terjadi pada awal pemeliharaan. Faktor utamanya adalah penanganan selama
pengangkutan atau penyiapan yang kurang baik sehingga ikan mengalami luka-luka
yang akan menyebabkan organisme penyakit untuk menginfeksinya. Penanganan hama
dapat dilakukan dengan mengecek area sekitar kolam atau bak pemeliharaan baik
itu saluran air, membersihkan tempat-tempat yang diduga sebagai tempat bersembunyinya
hama dan mengamati ikan yang tidak sehat atau yang diduga telah terkena
penyakit. Hama ikan adalah organismehewan yang secara langsung maupun tidak
langsung membunuh atau memakan ikan yang dipelihara pada wadah pemeliharaan
(Afrianto dan Liviawaty, 1992). Penggunaan senyawa kimia hasil produksi pabrik
untuk memberantas hama dikolam kurang dianjurkan, sebab selain harganya yang relative mahal, daya racunnya
dapat bertahan cukup lama sehingga dikhawatirkan akan masuk kedalam tubuh ikan
pelieharaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pakan alami.
Untuk mencegah hal tersebut dianjurkan untuk menggunakan senyawa kimia yang
diperoleh secara alami diantaranya rotenone “jenu”, saponin, nikotin, chemfish
5 EC, brestan-60 dan sodium pentachlorphena.
Untuk mengendalikan
penyakit pada ikan dapat dilakukan dengan kontroling kualitas air, penanganan
senyawa beracun, penentuan dosis pakan dan penanganan organisme kompetitor. Sirih
(Piper betle L.) sudah banyak
dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak lama karena semua
bagian tanaman yang meliputi akar, daun dan bijinya digunakan sebagai obat
tetapi daun pada sirih lebih terkenal dan banyak digunakan. Atsiri yang
terkandung di dalam daun sirih mempunyai bau yang aromatik dan berasa pedas,
atsiri pada daun sirih mengandung chavicol C4H3OH yang merupakan antiseptik
yang kuat untuk menanggulangi parasit terutama Ichthyophthirius multifiliis, hasil tersebut telah dibuktikan
validitasnya. Khasiat sirih digunakan sebagai styptic (penahan darah) dan
vulnerary (obat luka pada kulit) juga berdaya guna sebagai antioksida,
antiseptic, fungisida dan bakterisidal. Hal ini dipertegas oleh Widarto (1990)
bahwa daun sirih yang mengandung minyak atsiri bersifat menghambat pertumbuhan
parasit dan pada penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2003) membuktikan
bahwa atsiri daun sirih dapat menghambat pertumbuhan parasit protozoa pada ikan
botia. Namun dalam penerapannya harus memperhatikan ketahanan ikan terhadap air
rebusan daun sirih tersebut. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat berpengaruh
negatif tidak hanya terhadap parasit tetapi juga pada ikan.
Hasil penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan obat
tradisional yang meliputi sirih (Piper
betle L.), sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f.) Nees) dan daun jambu biji (Psidium guajava L.) menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut dapat
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada ikan. Sirih (Piper betle L.) terbukti efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas
hydrophila dan penyakit ikan yang disebabkan Aeromonas hydrophila. Hasil penelitian Sipahutar (2000)
menemukan bahwa konsentrasi ekstrak sirih 3,125 mg/ml sudah dapat membunuh
bakteri Aeromonas hydrophila secara
sempurna. Demikian pula halnya dengan pemberian ekstrak sirih yang dicampur ke
pakan menunjukkan hasil yang lebih efektif bila dibandingkan dengan pengobatan
dengan ekstrak daun jambu biji dan ekstrak sambiloto dalam mengobati penyakit
MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Giyarti, 2000).
Kegiatan penelitian tentang pengaruh pemberian
tumbuhan obat sirih, daun jambu biji, atau sambiloto dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit viral pada ikan belum banyak dilakukan. Direkbusarakom et al. (1997) dalam penelitiannya
tentang efektivitas pemberian daun jambu biji terhadap virus udang, menemukan
daun jambu biji kurang efektif untuk mencegah virus yellow head pada udang.
Darwis (1992) mengatakan bahwa daun sirih dapat dimanfaatkan sebagai fungisida.
Beberapa peneliti lain (Chou, 1984), juga melaporkan bahwa sirih bersifat anti
jamur. Minyak atsiri dan ekstrak daun sirih menunjukkan aktivitas anti jamur
terhadap jamur Aspergillus niger,
Curvularea lemata, Fusarium oxysporum,
Phyticum ullimum, Candida albicans, Candida prusei, Candida parakrusei,
Candida tropicalis, dan Candida pseudotropicalis (Sadeli, 1982;
Oehadian, 1987). Chou (1984) melaporkan bahwa serbuk daun sirih lebih aktif
daripada serbuk buahnya terhadap Aspergillus
niger dan produksi Aflatoxin.
6. Pemanenan
Tujuan
dari pemanenan adalah untuk memanen ikan secara efisien dan mendapatkan hasil
panen yang berkualitas. Cara pemanenan dapat dilakukan dengan menguras air
secara perlahan pada pagi hari. Alat yang digunakan untuk memanen ikan dapat
berupa jaring atau seser dengan ukuran mata jaring yang telah disesuaikan
dengan ukuran ikan yang akan dipanen. Dalam hal ini, panen dilakukan tanpa
pengadan seleksi yang berarti kesuluruhan ikan diangkut/ditangkap. Penangkapan
ikan sebaiknya dilakukan secara hati-hati atau air kolam ditunggu hingga
menyusut setinggi matahari kaki. Penangkapan ikan dimulai dengan menangkap ikan
yang berada di dekat pintu air masuk/keluar.
Ikan yang tealh tertangkap dipisahkan pada wadah yang telah disediakan
atau pada kolam penampungan.
7. Penanganan
pasca panen/ pengangkutan
Ikan
yang telah ditampung pada wadah penampungan kemudian dievaluasi dengan
menghitung pertumbuhan individu, panjang berat ikan, pertumbuhan biomassa,
kelulusan hidup ikan, konversi pakan dan kualitas air. Kolam dan bak
pemeliharaan selanjutnya dibersihkan dari sisa lumpur dengan memasukkan air
dari secara perlahan dari inlet saluran air tanpa menutup outlet kolam maupun
bak pemeliharaan. Simulasi pengangkutan ikan dapat dilakukan dengan memasukkan
ikan pada drum penampungan dan plastik yang diberi sedikit oksigen. Simulasi
tersebut menggunakan waktu kurang lebih 2 jam masa perjalanan.
D. Analisis
Usaha
Biaya
operasional biasanya terdiri dari biaya tetap (fix cost) dan biaya variable (variable
cost). Biaya tetap adalah modal atau investasi yang digunakan untuk pengeluaran
peralatan. Biaya tetap meliputi biaya sewa alat, listrik, bak fiber dan adanya
penyusutan peralatan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam satu siklus usaha dan belum tentu pada
siklus selanjutnya biaya tersebut dikeluarkan seperti benih yang digunakan,
jenis pakan, jenis obat-obat dan pupuk yang digunakan ( Rahardi dkk, 1993).
Berdasarkan
data yang diperoleh pada usaha budidaya ikan nila (lampiran), total biaya yang
dikeluarkan dalam satu siklus budidaya sebesar Rp. 1.466.740,- yang
telah ditanamkan dengan jumlah biaya tak terduga sebesar 10% dari jumlah total
biaya prosukdi. Tingkat SR (survival rate) selama masa pemeliharaan mencapai
85% dari total jumlah tebar sebanyak 4000 ekor ikan nila. Total pendapatan dari
penjualan 85% dari hasil panen yaitu Rp.
2.380.000,- dengan total keuntungan mencapai Rp. 913.260.-. Dengan keuntungan
tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa usaha budidaya ikan nila dalam
siklus tersebut mengalami keuntungan sebesar Rp. 913.260.-. dengan parameter
kelayan usaha berupa B/C ratio 1,62. Berarti modal yang ditanamkan sebesar Rp.
1.466.740
dapat memeberikan keuntungan sebesar Rp. 913.260.- dalam satu kali siklus
budidaya.
E. Pembahsan
khusus
Kegiatan praktikum ini
yaitu memelihara ikan nila dan
ikan lele secara polikultur dan monokultur sampai dengan penanganan ikan
pascapanen. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 kolam I ikan nila
dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah
15,2 cm dengan rerata W 61,28 gram
dengan berat biomassa 1592 dan berat pakan 2061,56 gram. Parameter
kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 36°C, suhu air 35°C, DO 13
ppm, CO2 1,6 ppm, alkalinitas 186 ppm dan dengan PH 7,4.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 kolam II ikan lele dengan jumlah
ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 18,56 cm dengan rerata
W 37,52 gram dengan berat biomassa 1008
dan berat pakan 1384,44 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa
suhu udara 36°C, suhu air 337°C, DO 19,8 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas
182 ppm dan dengan PH 7,8. Berdasarkan data yang diperoleh pada
minggu 0 kolam III ikan nila dan lele dengan jumlah ikan sampel 18 ekor ikan
nila dan 7 ekor ikan lele maka diperoleh nilai rerata L untuk ikan nila adalah
13,31 cm dan ikan lele dengan nilai L 19,02 cm. Sedangkan untuk data rerataW nila
adalah 60,66 gram dan W lele adalah 42,05
dengan berat biomassa nila 1092 dan biomassa lele 300 dengan berat pakan
secara keseluruhan 1807,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil
berupa suhu udara 36°C, suhu air 37°C, DO 20 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas
16O ppm dan dengan PH 7,9. Berdasarkan data yang diperoleh pada
minggu 0 bak I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai
rerata L dari adalah 14,87 cm dengan rerata W 67,75 gram dengan berat biomassa 542 dan berat pakan
810,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C,
suhu air 30°C, DO 6,6 ppm, CO2 4 ppm, alkalinitas 212 ppm dan dengan
PH 7. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 bak II ikan lele
dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 18,62 cm
dengan rerata W 46,12 gram dengan berat biomassa 369 dan berat pakan 273,92 gram.
Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C, suhu air 30°C,
DO 5,8 ppm, CO2 7 ppm, alkalinitas 164 ppm dan dengan PH
7. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 bak III ikan lele dengan
jumlah ikan sampel 5 ekor dan 3 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L
untuk nila adalah 14,2 cm dan untuk rerata L lele adalah 20,6 cm. Seangkan
rerata untuk nilai W dari ikan nila adalah 60,6 gram dan rerata W untuk lele
adalah 54,66 gram dengan berat biomassa nila 303 serta biomassa lele 164 dan
berat pakan secara keseluruhan adalah 617,56 gram. Parameter kualitas air
menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C, suhu air 30°C, DO 5,8 ppm, CO2 7
ppm, alkalinitas 164 ppm dan dengan PH 7.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2
kolam I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata
L dari adalah 15,9 cm dengan rerata W 36,8 gram
dengan berat biomassa 902, berat pakan 1515,36 gram, selisih berat 690
gram dan FCR 1.600. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara
30°C, suhu air 33°C, DO 28 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 142 ppm dan
dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 kolam
II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 21,74 cm dengan rerata W 26,32 dengan
berat biomassa 718, berat pakan 1206,24 gram, selisih berat 290 gram dan FCR
4.159. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu
air 34°C, DO 22,6 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH
7,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 kolam III ikan nila dan lele
dengan jumlah ikan sampel 17 ekor ikan nila dan 8 ekor ikan lele maka diperoleh
nilai rerata L untuk ikan nila adalah 16,24 cm dan ikan lele dengan nilai L 21
cm. Sedangkan untuk data rerataW nila adalah 34,70 gram dan W lele adalah 26,62
dengan berat biomassa nila 640 dan biomassa lele 213 dengan berat pakan secara
keseluruhan 1372,56 gram, selisih berat 539 gram dengan FCR 1.716. Parameter
kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 32.2
ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 79,3.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 bak I ikan nila dengan jumlah
ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 15.56 cm dengan
rerata W 69,12 gram dengan berat biomassa 553, berat pakan 891,04 gram, selisih
berat 11 dengan FCR 11.882. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa
suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 4,6 ppm, CO2 60,2 ppm,
alkalinitas 190 ppm dan dengan PH 6,3. Berdasarkan data yang
diperoleh pada minggu 2 bak II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 3 ekor maka
diperoleh nilai rerata L adalah 24,16 cm dengan rerata W 84,66 gram dengan
berat biomassa 254, berat pakan 390,72 gram, selisih berat 115 dengan FCR 0,431.
Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C,
DO 5,8 ppm, CO2 58 ppm, alkalinitas 176 ppm dan dengan PH
7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 bak III ikan lele dengan
jumlah ikan sampel 6 ekor dan 2 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L
untuk nila adalah 17,5 cm dan untuk rerata L lele adalah 21 cm. Seangkan rerata
untuk nilai W dari ikan nila adalah 110 gram dan rerata W untuk lele adalah 66
gram dengan berat biomassa nila 660 serta biomassa lele 132 dan berat pakan
secara keseluruhan adalah 1254,56 gram, selisih berat 325 gram dengan FCR 2.240.
Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 28°C,
DO 7,8 ppm, CO2 84 ppm, alkalinitas 188 ppm dan dengan PH
6,6.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4
kolam I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata
L adalah 16,74 cm dengan rerata W 93,8 gram
dengan berat biomassa 2405, berat pakan 4040,4 gram, selisih berat 1503
gram dengan FCR 2.688. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu
udara 30°C, suhu air 33°C, DO 28 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 142 ppm
dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4
kolam II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai
rerata L dari adalah 23,23 cm dengan rerata W 91,28 gram dengan berat biomassa 2382,
berat pakan 4001,76 gram, selisih berat 1633 gram dengan FCR 2.516. Parameter
kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 22,6
ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 7,3.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 kolam III ikan nila dan lele
dengan jumlah ikan sampel 17 ekor ikan nila dan 8 ekor ikan lele maka diperoleh
nilai rerata L untuk ikan nila adalah 17,64 cm dan ikan lele dengan nilai L
21,5 cm. Sedangkan untuk data rerata W nila adalah 107,30 gram dan W lele
adalah 88,85 gram dengan berat biomassa nila 1824 dan biomassa lele 622 dengan
berat pakan secara keseluruhan 4109,28 gram, selisih berat 1633 dan dengan FCR
11.693. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu
air 34°C, DO 32.2 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH
79,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 bak I ikan nila dengan
jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 14,93 cm
dengan rerata W 69 gram dengan berat biomassa 552, berat pakan 876,96 gram,
selisih berat 1 gram dan dengan FCR 11.693. Parameter kualitas air menunjukkan
hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 4,6 ppm, CO2 60,2
ppm, alkalinitas 190 ppm dan dengan PH 6,3. Berdasarkan data yang
diperoleh pada minggu 4 bak II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 8 ekor lele
maka diperoleh nilai rerata L adalah 24,48 cm dengan rerata W 104,5 gram dengan
berat biomassa dan berat pakan gram.
Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C,
DO 5,8 ppm, CO2 58 ppm, alkalinitas 176 ppm dan dengan PH
7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 bak III ikan lele dengan
jumlah ikan sampel 5 ekor dan 3 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L
untuk nila adalah 15,7 cm dan untuk rerata L lele adalah 21,17 cm. Seangkan
rerata untuk nilai W dari ikan nila adalah 75,4 gram dan rerata W untuk lele
adalah 65,3 gram dengan berat biomassa nila 374 serta biomassa lele 196 dan berat pakan secara keseluruhan adalah 957,6
gram, selisih berat 159 gram dengan nilai FCR 6.023. Parameter kualitas air
menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 28°C, DO 7,8 ppm, CO2 84
ppm, alkalinitas 188 ppm dan dengan PH 6,6.
Dari keseluruahan data tersebut diperoleh
hasil panen ahir berupa hasil yaitu pada bak I panen total menghasilkan 1,7 kg,
bak II 1 kg dan bak III 1,8 kg. sementara itu pada kolam I diperoleh hasil
panen sebanyak 5,5 kg, kolam II 3,7 kg dan kolam III 9 kg. sehinnga dapat
diperoleh kesimpulan bahwa budidaya dengan sistem polikultur lebih tinggi dalam
aspek produktifitas bila dibandimgkan denga budidaya dengan sistem monokultur.
Menurut Cholik (1991),
suhu antara 25-30oC akan memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan
yang optimal bagi ikan. Dengan demikian, suhu yang rendah pada saat tebar
tersebut dapat mengakibatkan kematian ikan. Secara keseluruahn, suhu pada semua kelompok masih tergolong baik untuk
pemeliharaan ikan lele dan ikan nila. Dimana rentang suhu tersebut akan
memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal bagi ikan. Diluar
kisaran suhu tersebut ikan akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan pada
suhu yang terlalu rendah ikan dapat mengalami kematian.
Oksigen
merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Konsentrasi
minimum oksigen yang masih dapat diterima sebagian besar spesies ikan untuk
hiduo dengan baik adalah 5 ppm, dibawah konsentrasi tersebut ikan akan
mengalami penurunan nafsu makan atau tidak makan sama sekali sehingga
pertumbuhannya akan terhambat bahkan akan mengalami kematian bilamana
konsentrsi oksigen terlarut didalam air mencapai 0 ppm. Konsentrasi oksigen
terlarut dalam perairan dapat ditingkatkan menggunakan aerator, meningkatkan
intensitas pertukaran air, selain itu penggunaan KMnO4 (2-4 ppm)
sebagai algisida diduga juga dapat mempercepat peningkatan konsentrasi oksigen
(Afrianto dan Liviawaty, 1992; Kordi, 2004). DO terendah pada semua wadah
budidaya yaitu 4,6 ppm pada bak 1 pengamatan minggu ke-2. Rendanhnya nilai DO
tersebut bisa saja terjadi karena suhu air yang terlalu tinggi. Pada dasarnya
DO tersebut masih dapat ditolerir oleh ikan, hanya saja akan berimbas kepada
pola pertumbuhannya yang tidak menetap atau terhambat. Dari data diperoleh
bahwa rendahnya tersebut juga berimbas kepada total biomassa dan jumlah pakan
yang dibutuhkan. Pada minggu ke-0 total biomassa yang diperoleh adalah 1592
yang menurun menjadi 902, sedangkan pakan yang dibutuhkan juga mengalami
penurunan yaitu pakan seberat 2061,56 gram menurun drastis pada pengamatan
minngu ke-2 yaitu 1515,36.
Suhu (°C)
|
Oksigen (ppm)
|
0
|
14,18
|
5
|
12,34
|
10
|
10,92
|
15
|
9,79
|
20
|
8,88
|
25
|
8,12
|
30
|
7,84
|
Tabel. 1: Hubungan antara suhu dan kelarutan oksigen
(Afrianto dan Liviawaty, 1992)
Untuk membantu distribusi oksigen kelapisan bawah
sekaligus menambah kelarutan oksigen maupun melepaskan oksigen ke atmosfer pada
keadaan yang lewat jenuh dapat dilakukan dengan menggunakan aerator.
Karbondioksida
(CO2) adalah komponen udara yang umum terdapat baik diair maupun
diudara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun penguraian bahan organik. Meningktanya
konsentrasi gas ini padah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan maslah
utama didaearah tropis (Afrianto dan Liviawaty, 1992; Kordi, 2004). Dari data
hasil pengamatan dari keseluruhan kelompok diperoleh konsentrasi CO2
yang bervariasi mulai dari yang terendah yaitu 0 ppm sampai 84 ppm. Konsentrasi
CO2 tertinggi yaitu 84 ppm pada bak III pengamatn minggu ke-2.
Tingginya konsentrasi CO2 tersebut akan berimbas terhadap
kelangsungan hidup ikan. Akan tetapi jika kadar oksigen telarut berada pada
tingkat maksimal, maka pengaruh CO2 dapat diabaikan. Menurut Effendi
(2003) batasan kadar CO2 pada suatu perairan yang baik dalam
mendukung kehidupan organisme air di dalamnya adalah tidak melebihi 25 ppm.
Sebagian
besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkumgan perairan yang mempunyai
(PH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air
tawar, PH yang cocok berkisar antara 6,5-7,5 sedangkan untuk ikan
laut 8,3. Fluktuasi PH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi
karena konsentrasi gas karbondioksida yang dihasilkannya. Pada kolam dengan
system resirkulasi, air cenderung bersifat asam karena proses nitrifikasi dari
bahan organic akan meghasilkan karbondioksida dan ion hidrogen. Fluktuasi nilai
PH yang dratis disuatu perairan dpat dicegah apabila perariran
tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai.
Kisaran PH
|
Pengaruh Terhadap Ikan
|
4-5
|
Asam tinggi dan reprodukdi tidak berjalan,
bersifat racun bagi ikan
|
5-6,5
|
Pertumbuhan lambat, sensitive terhadap organisme
parasit dan bakteri
|
6,5
|
Baik untu produksi, pertumbuhan optimal
|
>11
|
Tingkat alaklinitas mematikan, pertumbuhan
terhambat
|
Tabel. II: Hubungan PH air dan Kehidupan
ikan budidaya (Afrianto dan Liviawaty,1992; Kordi, 2004)
Tingginya nilai PH akan berbanding lurus
dengan nilai sistem pembufferan dalam air. Konsentrasi CO2 yang
turun secara drastis akan membantu pembentukan senyawa karbonat dan
meningkatkan konsentarsi alkalinitas. Dari data hasil pengamatan, maka dapat
diperoleh bahwa rang PH pada semua wadah pemeiliharaan masih sesuai
dengan karakter yang ditunjukkan diatas. Kiaaran PH yang diperoleh
dari data hasil pengamatan yaitu 6,3-8,4. Sedangkan untuk nilai alkalinitas
yaitu mulai dari 142-230 ppm. Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995) alkalinitas
yang optimal untuk pembenihan ikan adalah berkisar antara 120-400 ppm.
Food Convention Ratio (FCR) merupakan
banyaknya pakan yang dimakan untuk menghasilkan 1 kg daging (Sutisna dan Sutarmanto, 1995). Rerata dari
data hasil pengamatan menunjukkan nilai FCR yang berbeda dari setiap wadah
oemeilharaan yang dilakukan. Pada dasarnya FCR digunakan sebagai tolak ukur
keberhasilan atau kegagalan dalam suatu budidaya. Hasil pengamatan menunjukkan
FCR terendah terjadi pada minggu ke-2 pengamatan pada bak 2 dengan nilai FCR
0.431 dan FCR tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-4 pada bak 3 dengan
nilai FCR mencapai 6,023. FCR yang baik adalah bernilai kurang dari
sama dengan 1. Sehingga apabila FCR lebih dari 1, maka untuk usaha budidaya
perikanan akan mengalami kerugian, karena pakan yang diberikan pada ikan tidak
sesuai dengan daging yang dihasilkan.
Dari tabel pengamatan plankton I, ada beberapa jenis
plankton yang diperoleh dari hasil sampel. Jumlah plankton yang dominan pada
kolam I yaitu Granatum var Rotundatum yang
mencapai jumlah 46 individu dan ada juga jenis Fragilaria construinis sebanyak 43 individu. Pada kolam II
diperoleh jenis plankton dari jenis Chrysocapsa
palnktonica sebanyak 115 individu dan jenis Stephanodiacus ilantzscait sebanyak 93 individu. Pada kolam III
diperoleh jenis plankyon yang dominan yaitu jenis Spercocytis sp. sebanyak 183 individu dan jenis Tebellaria sp. sebanyak 100 individu.
Pada
pengamatan plankton II, beberapa jenis plankton yang ditemukan dominan meliputi,
pada kolam I yaitu jenis Melosira
malagnesis sebanyak 689 individu, Closteriopsis
sp. sebanyak 298 individu dan jenis Pediastrum
boryannum. sebanyak 100 individu. Pada kolam II jenis plankton yang dominan
yaitu jenis Crysocapse plaktonica.
sebanyak 69 individu dan jenis Aphanizomenon
sp. sebanyak 45 individu. Pada kolam III jenis plankton yang dominan
ditemukan yaitu jenis Sphterrocystis sp. dengan jumlah 217 individu.
Perbandingan
yang dapat diperoleh dari sistem monokultur ikan nila dengan sistem polikultur
adalah menunujukkan hasil perbedaan yang sedikit dimana biomassa monokultur
nila lebih tinggi daripada polikultur (Grafik biomassa nila monokultur vs
polikultur). Akan tetapi perbedaan tersebut hanya nampak pada minggu ke-0
hingga menjelang minggu ke-2. Dari minggu ke-2 hingga minggu ke-4 perbedaan
tersebut menghilan seiring dengan meningktanya jumlah biomassa dari kedua
metode budidaya tersebut dan peningkatan biomassa tersebut berbanding sejalan
antar kedua meode yang digunakan.
Perbandingan
antara budidaya lele dengan sistem monokltur dan sistem polikultur menunjukkan
pola perbedaan biomassa yang cukup besarl. Metode budidaya lele dengan
monokultur pada minggu ke-0 menjelang minngu ke-2 memang menunjukkan penurunan
jumlah biomassa secara perlahan. Namun seiring berjalannya waktu pemeliharaan,
jumlah biomassa tersebut secara drastis menunjukkan pola pergesaran yang cukup
tinngi dari biomassa awal, bahkan hamper mencapai titik maksimal. Berbeda
halnya dengan penggunaan budidaya lele denga sistem polikultur yang menunjukkan
hasil yang berfluktuatif/tidak konstan. Hal tersebut dapat dilihat dimana
terjadi peningkatan biomassa dari minggu ke-0 hingga minggu ke-2, dan pada
minggu ke-2 secara perlahan nilai dari total biomassa tersebut menurun sehingga
biomassa awal dan akhir pemeliharaan hampir menunjukkan hasil biomassa yang
sama.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
-
Teknis dalam budidaya perikanan
dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan polikultur
-
Pengaruh tebar padat yang tinggi
pada bak dapat menurunkan pertumbuhan ikan karena hanya mengandalkan pada jenis
pakan buatan, sedangkan padat tebar yang tinggi pada kolam bisa meningkatkan
produktifitas disamping adanya pakan alami
-
Kelayakan suatu usaha setidaknya
harus memiliki nilai B/C >1, jika B/C yang diperoleh <1 maka usaha
tersebut tergolong dalam usaha yang tidak layak
-
Parameter yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ikan dapat berupa kualitas air, FCR, pemberian pakan dan
tempat/wadah pemeliharaan
-
Cara pemanenan dapat dilakukan
secara massal maupun secara individu, serta pengangkutan ikan hidup dapat
dilakukan dengan menggunakan drum ataupun plastic yang berisi oksigen. Dari
hasil panen maka perlakuan dengan kolam lebih baik jika dibandingkan dengan bak
dari aspek produktifitasnya.
B. Saran
-
Untuk kedepannya jenis ikan yang
akan dijadikan sebagai sampel diganti jika tidak memberatkan ataupun jenisnya
diperbanyak
-
Ini adalah langkah awal bagi kita
menuju kesuksesan, jadi tetap semangat dan selalu berdoa serta berusaha
semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto,
Eddy dan Liviawaty, Evi. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.
Yogyakarta
Afrianto,
Eddy dan Liviawaty, Evi. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisus.
Yogyakarta
Arief,
M. 2000. Sistem dan Teknologi Air Tawar. D3 Perikanan. Universitas Bangka
Belitung
Cholik, F.
1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian
Chou, C.C. and R.C. Yu. 1984. Proc. Natl.
Sci. Counc. ROC (B) 8, 30
Darwis. 1992. Potensi sirih (Piper betle Linn.) Sebagai Tanaman Obat. Di dalam Warta
Tumbuhan Obat Indonesia, Vol. 1 (1) : 9 – 11
Direkbusarakom, S., A. Herunsalee., M.
Yoshimizu., Y. Ezura and T. Kimura. 1997. Efficacy f Guava (Psidium guajava) Extract Against Some Fish and Shrimp
Patogenic Agents. In T.W. Flegel and 1.11. MacRae (eds). Diseases in Asian Aquaculture III. Fish
Health Section, Asian Fisheries Society, Manila
Djatmika, D.H., Farlina dan Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya
Ikan Lele. Simplex. Jakarta
Effendi, H.
2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta
Giyarti, D., 2000. Efektivitas Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium
guajava L.) Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) dan Sirih (Piper betle L.)
Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Herawati, V. E., 2003. Efektifitas
Penggunaan Daun Sirih (Piper
betle) untuk Menanggulangi
Parasit Ichthyophthirius
multifiliis pada
Ikan Botia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang
Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan
Penyakit Ikan. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara. Jakarta
Murtidjo,
B. A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta
Oehadian, H. 1987. Daya Hambat Rebusan Daun
Sirih (Piper
betle L.) Terhadap Jamur Candida albicans. Laporan penelitian. Fakultas Kedokteran.
Universitas Padjajaran Bandung. Bandung
Prihatman,
K. 2000. Budidaya Ikan Nila. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan.
BAPPENAS. Jakarta
Rahardi,
F., Kristiawati, Regina dan Nazaruddin.
1993. Agribisnis Perikanan. Penerbit Swadaya. Jakarta
Sadeli, R. 1982. Usaha Pemeriksaan Daya
Antimikotik dari Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)
Terhadap Beberapa Species Candida.
Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Bandung. Bandung
Sipahutar, H. S., 2000. Potensi Antibakteri
Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica),
Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.), Sirih (Piper betle L.) dan Sambiloto (Andrographis
paniculata (Burn.f.)Nees) Terhadap Bakteri Aeromonas
hydrophila. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sutisna, D. H dan Sutarmanto, R. 1995.
Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta
Syahid, M., Subhan, A. dan Armando, R. 2006. Budidaya
Udang Organik Secara polikultur. Penebar swadaya. Jakarta
Widarto, H. 1990. Pengaruh Minyak Atsiri
Daun Sirih (Piper
betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor