Minggu, 17 November 2013

Iridovirus

Iridovirus adalah virus hewan yang menginfeksi invertebrata dan vertebrata poikilotermik, seperti ikan, insekta, amfibi, dan reptil (Williams, 1996). Iridovirus merupakan virus DNA untai ganda berbentuk simetri ikosahedral, tidak semuanya beramplop, dan mempunyai diameter 120-300 (Tidona et al., 1998). Virion iridovirus terdiri dari tiga domain konsentris yaitu protein capsid di bagian luar, membran lipid yang mengandung subunit protein di bagian tengah, dan core yang tersusun dari kompleks DNA-protein. Virus ini memiliki 25-75 protein struktural dengan kisaran berat molekul 12.000-150.000 kDa. Secara umum protein capsid iridovirus berukuran sekitar 50 kDa dan merupakan komponen struktural utama yang jumlahnya mencapai 45% dari protein virion total. Ukuran genom iridovirus bervariasi antara 105-212 kbp).

Iridovirus mempunyai strategi replikasi yang melibatkan stadium nuklear dan sitoplasmik, menghasilkan genom komplit dengan duplikasi beberapa gen di ujungnya (terminal redundancy) dan ujung tersebut berbeda diantara partikel virus yang dihasilkan (cyclic permutation). Gen penyandi protein capsid dari beberapa iridovirus vertebrata dan invertebrata telah disekuensing dan coding region nya mempunyai banyak kemiripan.

Ikan yang terinfeksi iridovirus nampak lemah, nafsu makan menurun, mengalami anemia yang berat, bercak merah (ptechiae) pada insang, pembengkakan limpa, dan ginjal. Menurut Tidona et al. (1998), kerapu malabar yang terinfeksi iridovirus menunjukkan gejala warna insang dan tubuh pucat, hilangnya keseimbangan sehingga ikan diam di dasar jaring apung dan biasanya akan mati dalam waktu satu hari setelah gejala muncul.

DAFTAR PUSTAKA

Tidona, C. A., Schnitzler, P., Kehm, R. & Darai, G. 1998. Is the major capsid protein of iridoviruses a suitable target for the study of viral evolution? Virus Genes 16, 59-66.
Williams, T. 1996. The Iridoviruses.  Advances in Virus Research 46, 345–412.


Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila


Pengobatan yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan pemberian antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik pada skala besar kurang efisien, karena selain tidak ekonomis, dampak yang ditimbulkannya adalah bertambahnya jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mencemari lingkungan (Mariyono dan Sundana, 2002). Salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif adalah menggunakan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan obat alamiah yang berasal dari tumbuhan, bahan bakunya telah mengalami standarisasi, memenuhi syarat baku yang resmi, telah dilakukan penelitian ilmiah mengenai bahan baku serta kegunaan dan khasiatnya jelas seperti resep dokter (Anonim, 1995 dalam Sopiana, 2005).

Beberapa jenis fitofarmaka dapat dicobakan untuk pengobatan penyakit ikan, karena merupakan bahan alami yang mudah hancur serta aman dan tidak ada residu di dalam tubuh ikan sehingga ramah lingkungan. Salah satu fitofarmaka yang dapat digunakan adalah bawang putih. Bawang putih bersifat antibakteri karena salah satu komponennya, yaitu allicin merupakan komponen utama yang berperan dalam memberi aroma bawang dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (Watanabe, 2001).

Salah satu tanaman jenis herba yang berkhasiat obat adalah meniran (Phyllanthus niruri). Tanaman ini merupakan jenis tanaman obat yang dapat bermanfaat untuk mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri, serta mendorong sistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan vitamin C dalam meniran (Triarsari, 2009). Tanaman lain yang juga berkhasiat obat adalah bawang putih yang mengandung zat aktif alisin dan minyak atsiri. Kedua bahan tersebut diduga sebagai antibakteri untuk menekan bakteri yang merugikan sehingga juga akan memberikan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan secara optimum.
Berdasarkan hasil penelitian Ayuningtyas (2009), ekstrak daun meniran 5 ppt dan bawang putih 20 ppt dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo dengan metode injeksi.

Kitosan merupakan limbah hasil perikanan yang berasal dari kulit krustasea setelah mengalami demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Bahan dasar kitosan ini mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak, dan belum termanfaatkan secara optimal. Kitosan sebagai polimer alami yang memiliki berat molekul yang tinggi, dan tidak beracun dapat merangsang sistem imun, mempercepat penyembuhan luka, dan bersifat antibakteri (Suptijah, 2006). Pemberian kitosan melalui penyuntikan dan perendaman dilaporkan dapat meningkatkan ketahanan Salvelinus fontinalis terhadap infeksi Aeromonas salmonicida (Anderson et al., 1994). Sedangkan Sukenda et al. (2007) melaporkan juga bahwa uji in vivo pada udang putih, Litopenaeus vannamei, menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai imunostimulan mampu meningkatkan total hemosit serta indeks fagositosis (Sukenda et al., 2007). Sehingga kitosan diharapkan mampu menjadi alternatif bahan alami dalam pencegahan penyakit Motile Aeromonad Septicaemia khususnya pada ikan lele.

DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, A.K. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sukenda, Y.T. Trianggoro, D. Wahyuningrum dan Rahman. 2007. Penggunaan kitosan untuk pengendalian infeksi vibrio harveyi pada udang putih Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6 (2): 205-209.

Suptijah, P. 2006. Deskriptif karakteristik fungsional dan aplikasi kitin kitosan. Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anderson, D.P., A.K Siwicki. 1994. Duration of Protection Againts Aeromonas salmonicida in Brook Trout Immunostimulated with Glucan or Chitosan by Injection or Immersion. The Progressive Fish-Culturist; 56:258-261p.

Mariyono dan Sundana. 2002. Teknik pencegahan dan pengobatan penyakit bercak merah pada ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Vol. 7(1):33-36.

Sopiana, P. 2005. Efektifitas ekstrak paci-paci (Leucas lavandulaefolia) untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) pada ikan lele dumbo (Clarias sp). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Triarsari, D. 2009. Aneka ramuan pencegah SARS. http://www.depkes.go.id/ index. php?option=articles. [11 Januari 2009]

Watanabe, T. 2001. Penyembuhan dengan terapi bawang putih. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.