Minggu, 05 Januari 2014

PENYEBAB PENYAKIT PADA IKAN

PENYEBAB PENYAKIT
Non Parasit
Faktor-faktor kimia dan fisika, antara lain:
-          Perubahan salinitas air secara mendadak;
-          pH yang terlalu rendah (air asam), dan pH yang terlalu tinggi (air basa/alkalis);
-          Kekurangan oksigen dalam air;
-          Zat beracun, pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya);
-          Perubahan suhu air yang mendadak;
-          Kerusakan mekanis (luka-luka);
-          Perairan terkena polusi.
Makanan yang tidak baik :
-          Kekurangan vitamin dan komposisi gizi yang buruk;
-          Bahan makanan yang busuk dan mengandung kuman-kuman.
-          Bentuk fisik dan kelainan-kelainan tubuh yang disebabkan oleh keturunan.
Stres
-          Stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikkan batas keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau perlakuan misalnya akibat pengangkutan/transportasi ikan-ikan yang dimasukkan ke dalam jaring apung di laut dari tempat pengangkutan biasanya akan mengalami shock, berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit.
Kepadatan Ikan
-          Kepadatan ikan yang melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti ammonia akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stres dan merupakan penyebab timbulnya serangan
Parasit atau panthogen adalah organisme dalam bentuk hewan atau tumbuh-tumbuhan atas pengorbanan dari induk emangnya (hewan atau tumbuh-tumbuhan lain). Parasit dapat berkembang dan menyebabkan infeksi yang dapat menularkan penyakit itu sendiri.


FAKTOR – FAKTOR  YANG MEMUDAHKAN  MUNCULNYA  PARASIT
Beberapa factor memudahkan munculnya parasit  : Faktor-faktor tersebut antara lain : :
-          Stocking density : Kepadatan tebar tinggi, kontak langsung dan adanya inang
-          Physical trauma : handling,  grading dapat menyebabkan luka
-          Air Kolam :  kualitas air jelek
-          Selective breeding : Seleksi dalam mencarai warna dan bentuk yang bagus bisa mengakibatkan lemah.
-          Lingkungan : perubahan temperature
-          Predator  ;  Bisa sebagai inang penular
-          System budidaya :  kolam tanah  merupakan media bagi sebagaian siklus hidup parasit

-          Species baru : Masuknya species ikan yang baru bisa  mengakibatkan masuknya parasit baru

Lemea sp.

Lemea sp. menurut Handajani (2005), merupakan salah satu ektoparasit yang termasuk ke dalam phylum Arthopoda, kelas Crustacea, sub kelas Entomostraea, ordo Copepoda, family Lemaideae genus Lemea, spesies Lernea sp. Kordi (2004) menjelaslkan bahwa parasit Lernea sp. sepintas mirip sebuahi jarum yang menancap pada tubuh ikan, sehingga sering disebut kutu jarum. Handajani (2005) juga menyebutkan bahwa Lernea sp. adalah parasit yang menancapkan kepalanya kedalam tubuh ikan dengan menggunakan semacam perangkat mirip jangkar. Ikan yang terserang penyakit ini memperlihatkan gejala klinis antara lain :organ tubuh yang diserang Lemea sp. Nampak seperti cacing yangbergelantungan. Bagian kepala dengan jangkamya berada dalam daging ikansedangkan bagian badannya dengan 2 kantong telur keluar bebas. Pertumbuhanikan semakin menumn dan terhambat, badannya kums. Bila Lemea sp dicabutmeninggalkan bekas luka bempa sebuah lubang kecil pada tubuh ikan (Daelani,2001).

Daelani, A. S. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta
Handajani, H. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Universitas Muhammadiyah. Malang
Kordi, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit. Asdi Mahasatya. Jakarta.

Argulus sp

1.      Argulus sp
Argulus sp. merupaKan ektoparasit ikan yang menyebabkan argulosis.Akibat yang ditimbulkan oleh infeksi Argulus sp. pada ikan adalah beberapa sisiktubuh terlepas, terdapat titik-titik merah pada kulit, insang berwama kehitam-hitaman dan timbulnya lendir (mukus) yang berlebih pada sirip. Pertahananpertama ikan terhadap serangan penyakit berada di permukaan kulit, yaitu mukus,jaringan epitelia, insang. Mukus melapisi selumh permukaan integumen ikan,termasuk kulit, insang dan pemt. Pada saat terjadi infeksi atau iritasi fisik dankimiawi, sekresi mukus meningkat. Lapisan mukus secara tetap dan teratur akandiperbarui sehingga kotoran yang menempel di tubuh ikan juga ikut dibersihkan.Mukus ikan mengandung lisosim, komplemen, antibody (IG M) dan proteaseyang berperan untuk mendegradasi dan mengeliminer patogen (Awik dkk 2007).Parasit ini masuk ke dalam tempat pemeliharaan biasanya melaluipergesekan antar kulit ikan yang terinfeksi Argulus sp. Sifat parasitik Argulus sp.cenderung temporer yaitu mencari inangnya secara acak dan dapat berpindahdengan bebas pada tubuh ikan lain atau bahkan meninggalkannya. Hal ini dapatdilakukan karena Argulus sp. mampu bertahan hidup selama beberapa hari di luartubuh ikan (Daelani 2001).Handajani (2005) menjelaskan bahwa Argulus sp. merupakan salah satuektoparasit yang termasuk dalam phylum Arthropoda, kelas Crustacea, subkelasEntomostraea, ordo Copepod, subordo Branchiora, family Argulidae, genusArgulus dan spesies Argulus indicus.

Menurut Handajani (2005) Argulus sp. menempel pada ikan denganmenggunakan alat penghisap. Argulus sp. berbentuk seperti kutu berwamakeputih-putihan sehingga disebut kutu ikan. Sedangkan Rachmatun (1983)menjelaskan bahwa ^rgw/M5 sp. memiliki bentuk bulat pipih (oval) dan transparanserta dilengkapi alat untuk mengkaitkan tubuhnya pada inang dengan menempelpada bagian tubuh ikan. Tubuh Argulus sp. terdiri dari dua bagian yaituCephalothorax dan abdomen pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemukdan sebuah mata naupilus yang mulai terbentuk pada stadia naupilus. PadaCephalothorax bagian ventral sebelah anterior mata terdapat dua pasang antenna,pada bagian beiakang mata terdapat alat penusuk dan kelenjar racun serta belalaiuntuk menghisap darah inang.Kabata (1985) menjelaskan bahwa ikan yang terserang parasit ini akanmenunjukkan gejala klinis seperti : lesu, berdiam di sudut kolam, nafsu makanhilang, kulit kusam, sirip koyak kadang terkelupas, sisik lepas, luka berdarah yangberkembang menjadi hyperplasia dan nekrosis. Ikan yang terserang Argulus sp.sering menunjukkan tanda gatal-gatal (menggosok-gosokkan tubuh pada benda-benda dalam air), ini disebabkan aktifitas parasit yang mengambil makanan.Infeksi Argulus sp. juga dapat mendukung infeksi sekunder yang disebabkan olehbakteri. Argulus sp. atau kutu ikan mempakan ektoparasit yang menempel padabagian luar tubuh ikan.Argulus sp. berkembang biak dengan kopulasi, melekatkan telumya padasubstrat yang keras seperti batu atau kayu. Jumlah telur berkisar 20 - 300 butir.Panjang telur ±0,28 - 0,30 mm dan lebamya 0,22 - 0,24 mm. Telur akan menetassetelah berumur 12 hari pada suhu 15,2 ''C - 26,1 "C. larva yang baru menetas iniakan mati, bila dalam waktu 36 jam tidak menemukan inangnya. Perkembanganstadium larva hingga menjadi dewasa melalui tujuh stadium. Dewasa yang hiduptanpa inang bila lebih dari 9 hari akan mati (Kabata 1985).

Awik, P. D. N., Hidayati D., Ressa P., Setiawan. E. 2007. Pola Distribusi Anisakis sp Pada Usus Halus Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) yang Tertangkap di TPI Brondong, Lamongan. Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Lab. Zoologi. Alumni Prodi Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Daelani, A. S. 2001. Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta
Handajani, H. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Universitas Muhammadiyah. Malang.

MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini peledakan penduduk telah membawa akibat yang cukup luas di berbagai segi kehidupan manusia. Kenaikan jumlah penduduk tidak hanya menuntut peningkatan penyediaan bahan pangan, tetapi juga peningkatan dibidang gizi. Akhir-akhir ini permintaan akan produk perikanan yang memenuhi kebutuhan gizi makin meningkat. Salah satu cara yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan gizi tersebut adalah dengan mengembangkan usaha budidaya ikan.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya petani/nelayan, kegiatan budidaya ikan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Kegiatan budidaya saat ini yang sudah sering dilakukan yaitu kegiatan polikultur atau budidaya ikan yang terdiri dari dua spesies dalam satu kolam. Kegiatan budidaya ikan saat ini yang sudah sering dilakukan yaitu budidaya ikan nila dan yang baru adalah ikan lele. Ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki resistensi relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif, sehingga ikan nila mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Ikan lele merupakan komoditas ikan yang saat ini sangat menarik perhatian disamping harganya yang relative murah cara pembudidayaannya juga cukup mudah untuk dilakukan.
Budidaya ikan sebenarnya sudah lama dikenal banyak orang namun metode yang digunakan masih bersifat tradisional dan sederhana. Untuk meningkatkan produksi ikan perlulah kiranya dilakukan pengembangan dibidang metode budidaya ikan. Yang dimaksud dengan budidaya ikan ini adalah usaha manusia dengan segala tenaga dan kemampuannya untuk memelihata ikan dengan cara memasukkan ikan tersebut dalam tempat dengan kondisi tertentu atau dengan cara menciptakan kondisi lingkungan alam yang cocok bagi ikan. Perkembangan usaha dalam perikanan berpengaruh terhadap kemungkinan terbukanya kesempatan kerja yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Peningkatan produksi ikan dapat dicapai dengan metode budidaya ekstensif dan juga dengan metode budidaya intensif.
B.     Tujuan
-          Mengetahui teknis budidaya ikan nila dan lele dalam budidaya perikanan
-          Mengetahui pengaruh padat tebar dan ukuran ikan nila dan lele terhadap pertumbuhan dan survival ratenya.
-          Mengetahui parameter apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate ikan nila dan lele dalam sistem polikultur dan monokultur.
-          Mengetahui cara panen dan pengangkutan ikan pascapanen.
-          Mengetahui cara analisis usaha budidaya ikan nila dan lele.

C.     Manfaat

Pentingnya komoditas kedua ikan tersebut, mengaharuskan untuk meningkatkan kegiatan budidaya ikan nila dan patin agar pengetahuan budidaya ini terus meningkat dan juga meningkatkan produksi ikan di Indonesia. Praktikum Manajemen Akuakultur Tawar ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan bagaimana teknik budidaya ikan nila dan lele agar praktikan mampu mengetahui lebih dalam lagi apa saja yang harus dilakukan dalam teknis budidaya mulai dari awal sampai akhir aik iyu dengan sistem polikutur maupun monokultur (pascapanen).
I.                   METODOLOGI
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat
-          Bak fiber (3)
-          Kolam ikan  (3)
-          Pipa paralon
-          Aerator
-          Ember
-          Seser
-          Timbangan
-          Penggaris
-          Plastik
-          Kalkulator
-          Tali
-          Jala
-          Botol oksigen
-          Pipet ukur
-          Pipet tetes
-          Gelas ukur
-          Kempot
-          Erlenmeyer
-          Thermometer
-          pH meter
-          Alat tulis
-          Cangkul
-          Jaring

2.      Bahan
-          Ikan nila (Oreochromis sp.)
-          Ikan lele (Clarias sp.)
-          Pellet
-          Larutan titrasi DO (MnSO4, reagen O2, H2SO4 pekat, indikator amilum, 1/88 Na2S2O3)
-          Larutan titrasi CO2 (indicator PP, 1/44 NaOH)
-          Larutan titrasi alkalinitas (Indikator PP, Metyl Orange, 1/50 H2SO4)
-          Pupuk
-          Kapur
-          Garam




B.     Cara Kerja
1.      Bak
-          Bak pemeliharaan dibersihkan
-          Isi dengan air secukupnya.
-          Pasang aerator
-          Menebar ikan lele dan nila dengan ketentuan sebagai berikut:
o   Bak I monokultur = 30 ekor ikan nila
o   Bak II monokultur = 30 ekor ikan lele
o   Bak III polikultur = 20 ekor ikan nila dan 10 ekor ikan lele
-          Sampling panjang total dan berat tubuh sebanyak 15% dari total individu
-          Menimbang pakan sebanyak 3% dari total biomassa: 3/100 x berat total = a gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a gram/2 = b gram
-          Untuk menentukan pakan pada sampling berikutnya:
§ 
§  = rata-rata berat x jumlah ikan yang hidup x 3%
-          Memberi makan sebanyak 2x sehari
-          Mengukur parameter kualitas air pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2, alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
-          Mencatat ikan yang mati pada saat pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
-          Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu

2.      Kolam
-          Persiapan kolam yang meliputi perbaikan pematang, perbaikan dasar kolam pengapuran dan pemupukan
-          Kolam dibiarkan selama 1 hari.
-          Lakukan pengisisan air secukupnya.
-          Menebar ikan lele dan nila dengan ketentuan sebagai berikut :
o   Kolam I monokultur = 100 ekor ikan nila
o   Kolam II monokultur = 100 ekor ikan lele
o   Kolam III polikultur = 70 ekor ikan nila dan 30 ekor ikan lele
-          Sampling panjang total dan berat tubuh sebanyak 15% dari total individu
-          Menimbang pakan sebanyak 3% dari total biomassa: 3/100 x berat total = a gram. Dalam 1 hari diberi 2x, maka: a gram/2 = b gram
-          Untuk menentukan pakan pada sampling berikutnya:
o  
o   = rata-rata berat x jumlah ikan yang hidup x 3%
-          Memberi makan sebanyak 2x sehari
-          Mengukur parameter kualitas air pada saat sampling, yang dilakukan 2 minggu sekali, meliputi kecerahan, DO, CO2, alkalinitas, pH dan diversitas plankton.
-          Mencatat ikan yang mati pada saat pemeliharaan dan dianalisis penyebabnya.
-          Pemeliharaan dilakukan selama  6 minggu

3.      Pengairan Kolam dan Bak
-          Tutup pintu keluar kolam dan bak sehingga terjamin tidak bocor dan dipasang saringan pada pintu masuk air kolam. Bak dialiri air dengan paralon
-          Isikan air kedalam bak dan kolam

4.      Benih Ikan dan Penebaran
-          Diukur panjang dan lebar kolam, kemudian hitung luas volumenya dengan kedalam air yang akan dipertahankan selama pemeliharaan
-          Dihitung kepadatan benih yang akan ditebarkan dengan rumus SD= AQ/W2-W1 : H. (SD= kepadatan, A= Luas kolam, Q= perkiraan berat panen, W1= ukuran bnih tebar, W2= ukuran  benih panen dan H= jumlah ikan hidup)
-          Siapkan benih dan di aklimatisasikan selama 1 hari
-          Seleksi benih
-          Timbang dan dihitung jumlah biomassa benih yang akan ditebarkan
-          Lakukan penebaran
-          Pemupukan
-          Siapkan pupuk kandang (kadar air 10-15%) untuk setiap luas 1 meter dan satu kali penggunaaan dengan dosis 0,5-0,75 kg untuk menumbuhkan organisme bentik
-          Untuk peretumbuhan plankton (FP) ditambahkan pupuk anoganik sebanyak 0,4 urea dan 1 g super fosfat yang dicampur dengan pupuk organic dan ditebarkan secara merata
5.      Pemberian Pakan
-          Gunakan berat total awal ikan pada penebaran sebagai asumsu dalam dosis pakan yang diberikan (3% untuk kolam dan 5% untuk bak)
-          Lakukan pemberian pakan setiap hari pada waktu pagi dan sore ha

6.      Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma Air
-          Kelilingi kolam dengan mengecek pengairan juga mengamati bila ikan terkena penyakit, tidak sehat, mati ataupun adanya hama ikan
-          Ikan yang mati dihitung sedangkan ikan yang diduga terserang penyakit diamati dan jika terserang penyakit maka ikan diobati atau dipisahkan dalam bak lain
-          Adanya hama ikan seperti ular dan dikontrol dengan membunuh secara mekanis atau dengan memberi perangkat.
-          Tempat-tempat yang diduga sebagai tempat persembunyiaan hama ikan dibersihkan.

7.      Pengamatan kualitas air

·         Suhu udara
Termometer
Ô
Gantungkan + tunggu 5 menit
Ô
Baca skala yang terlihat
Ô
Catat

·         Suhu air
Termometer
Ô
Rendam + tunggu 5 menit
Ô
Baca skala yang terlihat
Ô
Catat

·         pH
Sampel air
Ô
Baca skala pada pH meter
Ô
Catat

·         DO
Sampel air
Ô
Botol oksigen
Ô
1 ml reagen oksigen
Ô
1ml MnSO4
Ô
Gojog
Ô
1 ml H2SO4
Ô
Gojog
Ô
Ambil 50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4 tetes indikator amilum
(warna biru tua)
Ô
Titrasi 1/80 N Na2S2O3
(warna bening)
Ô
Hitung 1/80 N Na2S2O3 yang digunakan

Perhitungan:
1 Ml 1/80 N NaSO = 0,1 mg O/L
Kandungan O terlarut  x a x (f) x 0,1 mg/l
 f = Faktor koreksi = 1
·         CO2 bebas
Sampel air
Ô
Botol oksigen
Ô
Ambil 50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4 tetes indikator  pp
(bila berwarna rose berarti tidak
mengandung CO2 bebas,bila tetap bening)
Ô
Titrasi dengan  1/44 N NaOH (warna rose)
Ô
Hitung 1/44 N NaOH yang digunakan

Perhitungan:
1 ml 1/44 N NaOH = 1 mg CO
Kandungan CO    =  x  a  x  (f)  x  1 mg/l
(f)  =   faktor koreksi  = 1 
·         Alkalinitas
Sampel air
Ô
Botol oksigen
Ô
Ambil 50 ml
Ô
Erlenmeyer
Ô
3-4 tetes indikator  pp    Ã’            (bila warna rose)
Ô                                               Ô
(bila warna bening)                titrasi 1/50 N H2SO4
(warna bening)
Ô
Indikator MO
Ô
Tetrasi 1/50 N H2SO4
(warna merah jerami)
Ô
Hitung 1/50 N NaOH yang digunakan
Perhitungan:
Kandungan  COˉ=   x  c  x  (f ) mg/l………..(=x)
Kandungan HCOˉ=  x d x (f) mg/l  ………...(=y)
8.      Perhitungan Kepadatan Plankton
-          Mengambil air sampel dengan ember.
-          Menyaring air dengan plankton net, kemudian memasukan kedalam plastik atau wadah penyimpanan
-          Mengambil air pada plastik atau wadah penyimpanan dengan pipet ukur dan memasukkannya pada SR. memberi formalin atau tanpa formalin dan menutup dengan kaca secara hati-hati supaya tidak timbul gelembung udara.
-          Melakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan menentukan 10 bidang pandang yang berlainan.
-          Menghitung densitas plankton (D) dan indeks diversitas (H) dengan menggunakan rumus:
§ 
§ 

9.      Simulasi Pengangkutan
-          Menyiapkan alat dan bahan
-          Mengambil ikan
-          Mengukur DO awal
-          Menimbang ikan yang akan diangkut
-          Memasukan air dalam plastik
-          Memasukan ikan ke dalam plastic/drum yang telah berisi air
-          Mengisi plastik yang berisi air dan ikan dengan oksigen dan drum tanpa oksigen
-          Mengikat plastik menggunakan karet dan drum ditutup
-          Meletakkan dalam ayunan
-          Mengayun selama 2 jam
-          Mengukur DO akhir setelah 2 jam

II.                HASIL PENGAMATAN
Terlampir

III.             PEMBAHASAN
A.    Polikultur dan Monokultur
Polikultur merupakan metode budidaya yang digunakan untuk pemeliharaan banyak produk/spesies dalam satu lahan. Dengan sistem ini diperoleh manfaat yaitu tingkat produktifitas lahan yang tinggi. Pada prinsipnya terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan produk yang harus diatur sehingga tidak terjadi persaingan antar produk dalam memperoleh pakannya, selain itu setiap produk diharapkan dapat saling memanfaatkan sehingga terjadi sirkulasi dalam satu lokasi budidaya. Penerapan teknik budidaya secara polikultur diharapkan dapat meningkatkan craying capacity atau daya dukung lahan tambak pada keadaan tertentu, dimana pertumbuhan produksi akan tetap stabil. Hasil produksi dengan sistem monokultur, petani hanya dapat memanen satu produk dalam satu periode. Namun dengan polikultur, hasil panen dalam satu periode akan bertambah dengan pemanfaatan lahan luasan yang sama, hal ini sangat membantu peningkatan penghasilan petambak (Syahid dkk, 2006). Kelebihan metode polikultur adalah sebagai berikut pakan alami dapat dimanfaatkan secara efektif, penggunaan lahan efisien dengan luas yang  sama dipelihara ikan dengan kepadatan tinggi, secara keseluruhan produksi lebih banyak, produksi tiap spesies ikan tinggi dibanding (Arief, 2000).
Monokultur merupakan suatu metode memelihara ikan di dalam sebuah kolam dengan satu jenis spesies saja. Biasanya dilakukan pada budidaya ikan / udang intensif seperti ikan mas pada kolam air deras¸ udang vanamae di tambak dan ikan nila dalam karamba. Sifat budidaya dengan metode monokultur antara lain padat tebar sangat tinggi (stocking density), tergantung pakan buatan (artificial feeding), perlu aerasi tambahan, perlu pergantian dan sirkulasi air mengalir secara teratur (Arief, 2000).
B.     Spesifikasi ikan Nila dan Lele dalam Kediatan Budidaya
Praktikum kali ini menggunakan ikan nila dan lele. Menurut Cholik (1991), ikan nila dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum                  : Chordata
Sub phylum           : Vertebrata
Class                      : Pisces
Ordo                      : Pecomorphi
Family                   : Cichilidae
Genus                    : Oreochromis
Spesie                    : Oreochromis niloticus
Ikan nila mempunyai morfologi sebagai berikut:
1.      Badan memanjang, bentuk tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil, garis linea lateralis terputus dan terbagi dua yaitu bagian atas dan bawah, memiliki 5 buah sirip dengan rumus D.XVI.12; C.V.1.5; P.12; dan A.III.9. perbandingan antara panjang total dan tinggi tubuhnya yaitu 3:1.
2.      Sisik besar dan kasar berbentuk stenoid, mempunyai jumlah sisik pada gurat sisi sebanyak 34 buah, terdapat 8 buah garis tegak pada kedua sisi tubuh.
3.      Sirip punggung berwarna hitam, sirip dada menghitam. Pada sirip ekor terdapat 6 buah garis tegak, sedangkan pada sirip punggung terdapat 8 buah. Pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam.
4.      Mata besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih.
Ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan betina yaitu:
1.      Betina
a.       Terdapat tiga buah lubang pada urogenital yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine.
b.      Sisik lebih kecil, bentuk hidung agak lancip dan berwarna kuning jelas.
c.       Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.
d.      Sirip punggung dan sirip ekor bergaris berlanjut dan melingkar.
e.       Warna perut lebih putih.
f.       Warna dagu putih.
g.      Jika perut distriping, tidak mengeluarkan cairan.
2.      Jantan
a.       Pada alat urogenital terdapat dua buah lubang yaitu: anus dan lubang sperma merangkap lubang urine.
b.      Sisik lebih besar, bentuk hidung dan rahang belakang melebar berwarna biru muda.
c.       Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang jelas.
d.      Sirip punggung dan sirip ekor merupakan garis putus-putus.
e.       Warna perut lebih gelap / kehitam-hitaman.
f.       Jika perut distriping akan mengeluarkan cairan.
Ikan nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis ikan ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah sungai Nil di Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1969 dari Taiwan. Jenis ikan ini memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar, sehingga pembudidayaannya cukup mudah. Ikan nila hidup di habitat sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan tambak. Ikan nila tumbuh normal pada suhu 14-38oC. Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37oC. Akan tetapi suhu optimum untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan pada suhu 25-30oC. suhu rendah dan tinggi yang mematikan adalah 6oC dan 42oC. Nilai pH yang dapat ditolerir antara 5-11, namun kehidupan normal menghendaki pH 7-8. Banyak ditemukan diperairan tenang, dan dapat hidup pada salinitas 0-29 permil. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan masa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl). Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan menghambat pertumbuhan ikan nila. Lain halnya bila kekeruhan disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya plankton akan berwarna hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena banyak mengandung diatom. Sedangkan plankton/alga birukurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan dan dapat diukur dengan secchi disc. Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Ikan nila baik hidup pada kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras (Cholik, 1991; Murtidjo,2001).
Nila merah termasuk omnivor atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis kuning telur, nila merah suka dengan fitoplankton. Besar sedikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp, Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu ikan bottom feeder, middle feeder dan floating feeder. Bottom feeder adalah ikan pemakan dasar perairan, seperti ikan mas. Middle feeder adalah pemakan di tengah perairan. Floating feeder adalah pemakan di permukaan air.  Nila merah bukan bottom feeder, tetapi floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengaduk-ngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas. Atas dasar cara makan, ikan dibagi ke dalam dua golongan, yaitu ikan yang aktif dan ikan yang pasif. Nila merah termasuk ikan yang aktif pada siang hari (diurnal). Ikan itu akan bergerak dengan cepat ketika diberi pakan tambahan. Penciumannya sangat tajam. Meski termasuk ikan yang aktif tetapi bila sudah kenyang akan menghindari pakan itu (Cholik, 1991).
Induk ikan nila juga perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dari taoge dan daun-daunan/sayuran yang diiris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggang (Hydrilla). Ikan nila yang berumur 1-3 bulan butuh nilai protein antara 35%-50% sedangkan ikan nila yang berumur 4 bulan keatas butuh nilai protein antara 25%-30% (Cholik, 1991).
Ikan nila dapat memijah 6 – 7 kali dalam setahun. Frekuensi pemijahan terbanyak terjadi pada musim hujan. Seekor ikan nila betina dengan berat 600 gram menghasilkan larva sebanyak 1200 – 1500 ekor setiap pemijahan. Ikan nila jantan pada masa birahi kelihatan tegar dan berwarna cerah serta agresif mempertahankan teritorialnya. Ikan nila jantan akan membuat sarang di daerah terotirial, sarang tersebut berupa lekukan di dasar perairan berbentuk bulat dengan diameter sebanding dengan ukuran ikan jantan. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur. Setiap proses pemijahan berlangsung sangat cepat sekitar 50 – 60 detik, menghasilkan 20 – 40 telur yang telah dibuahi. Peristiwa ini berlangsung beberapa kali selama 20 – 60 menit dengan pasangan yang sama atau berbeda. Daur hidup ikan nila berlangsung selama 5 – 6 bulan. Telur mempunyai garis tengah sekitar 2,8 mm berwarna abu-abu sampai kuning, tidak lekat, tenggelam. Telur dierami dalam mulut dan menetas setelah 4 – 5 hari menghasilkan larva dengan panjang sekitar 4 – 5 mm. Larva diasuh dalam mulut induk betina sampai menjadi benih selama 11 hari sehingga mencapai ukuran 8 mm. Ikan nila mencapai dewasa pada umur 4 – 5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan yang produktif berumur 1,5 – 2 tahun dengan bobot di atas 500 gram. Memijah sepanjang tahun dan mulai memijah umur 6 – 8 bulan. Seekor induk betina ukuran 200 – 400 gram dapat menghasilkan anak 500 – 400 ekor (Cholik, 1991).
Menurut Murtidjo (2001) dan Afrianto dan Liviawaty (1998), teknik budidaya ikan nila (Oreochromis sp.) dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.         Penyiapan Sarana dan Peralatan
a.          Kolam
Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistem pemeliharaannya (sistem 1 kolam, 2 kolam dan sebagainya). Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:
·         Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 m2 dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20 – 22°C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.
·         Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan. Luas kolam tidak lebih dari 50 – 100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
·         Kolam pembesaran. Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
1.      Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 m2/kolam. Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.
2.      Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/m2.
3.      Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 m2.
·         Kolam/tempat pemberokan. Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1 - 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
b.         Peralatan
Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm ke atas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu ke atas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
c.          Persiapan Media
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dan lain sebagainya. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/m2, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/m2, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
2.         Pembibitan
a.          Pemilihan Bibit dan Induk
Ciri-ciri induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:
-          Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang tinggi.
-          Pertumbuhannya sangat cepat.
-          Sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.
-          Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
-          Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
-          Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan.
a.          Pembenihan dan Pemeliharaan Benih
Pada usaha pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :
-          Memelihara dan memijahkan induk ikan untuk menghasilkan burayak (anak ikan).
-          Memelihara burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih besar. Usaha pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan nila yang baru lepas dan mulut induknya disebut "benih kebul". Benih yang berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebut juga putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur 2-3 minggu, ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi selama 1- 1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.
b.         Pemeliharaan Pembesaran
Dua minggu sebelum dan dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk mi dipergunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur panas, Ca 0). Kalau dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam.Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80-100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari induk ikan.
·         Pemupukan
Pemupukan dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah. Beberapa hari sebelum penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu. Pematang dan pintu air kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan. Setelah itu, dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik sebanyak 300-1.000 kg/ha. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di dasar kolam. Selesai pemupukan kalam diairi sedalam 10 cm dan dibiarkan 3-4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Han kelima air kolam ditambah sampai menjadi sedalam 50 cm. Setelah sehari semalam, air kolam tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga mulai banyak terdapat organisme renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75- 100 cm. Pemupukan susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai habis. Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kglha. Pupuk itu dibagi menjadi empat dan masing-masing dimasukkan ke dalam keranjang bambu. Kemudian keranjang diletakkan di dasar kolam, dua bush di kin dan dua buah di sisi kanan aliran air masuk. Sedangkan yang dua keranjang lagi diletakkan di sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-masing sebanyak 30 kg/ha diletakkan di dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil agar pupuk sedikit demi sedikit. Kantong pupuk tersebut digantungkan pada sebatang bambu yang dipancangkan di dasar kolam. Posisi terendam tetapi tidak sampai ke dasar kolam. Selain pemupukan ulang, ikan nila juga harus tetap diberi dedak dan katul. pemupukan di atas dapat dilakukan untuk kolam air tawar, payau atau sawah yang diberakan.
·         Pemberian Pakan
Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam.
·         Pemeliharaan Kolam/Tambak
Sistem dan intensitas pemeliharaan ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia.Target produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda-beda. Intensitas usaha dibagi dalam tiga tingkat, yaitu
Ø  Sistem ekstenslf (teknologi sederhana)
Sistem ekstensif merupakan sistem pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana. Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula dilakukan di sawah. Pengairan tergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Sistem pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini telah dipopulerkan di wilayah desa miskin. Pemupukan tidak diterapkan secara khusus. Ikan diberi pakan berupa bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur limbah pertanian (dedak, bungkil kelapa dll.). Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu. Hasil pemeliharaan sistem ekstensif sebenar cukup lumayan, karena pemanenannya bertahap. Untuk kolam herukuran 2 x 1 x 1 m ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor. Setelah 2 bulan diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian beranak, demikian seterus. Total produksi sistem ini dapat mencapai 1.000 kg/ha/tahun 2 bln. Penggantian air kolam menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.

Ø  Sistem semi-Intensif (teknologi madya)
Pemeliharaan semi-intensif dapat dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Pemeliharaan ini biasanya digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang teratur. Prasarana berupa saluran irigasi cukup baik sehingga kolam dapat berproduksi 2-3 kali per tahun. Selain itu, penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di sawah hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi atau sebagai penyelang. OIeh karena itu, hasil ikan dan sawah ukurannya tak lebih dari 50 gr. Itu pun kalau benih yang dipelihara sudah berupa benih gelondongan besar. Budi daya ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara monokultur maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem tunggal kelamin. Hal ini karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan ikan nila betina. Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated), artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga. Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam. Usaha tani kangkung, genjer dan sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila. Limbah sayuran menjadi pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur yang kotor dan kolam ikan dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran. Usaha huler/penggilingan padi mempunyai hasil sampingan berupa dedak dan katul. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun kolam ikan di dekat penggilingan tersebut. Hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan sistem integrated dapat menghasilkan ikan sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.
Ø  Sistem intensif (teknologi maju)
Sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan ikan paling modern. Produksi ikan tinggi sampai sangat tinggi disesuaikan dengankebutuhan pasar. Pemeliharaan dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Pada usaha intensif, benih ikan nita yang dipelihara harus tunggal dain jantan saja. Pakan yang diberikan juga harus bermutu. Ransum hariannya 3% dan berat biomassa ikan per hari. makanan sebaiknya berupa pelet yang berkadar protein 25-26%, lemak 6-8%. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat diamati nafsu makan ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan knya habis dalam waktu 5 menit. Jika pakan tidak habis dalam waktu 5 menit berarti ikan mendapat gangguan. Gangguan itu berupa serangan penyakit, perubahan kualitas air, udara panas, terlalu sering diberi pakan.
3.         Panen
Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan cara: panen total dan panen sebagian:
a.          Panen total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m2 di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
b.         Panen sebagian atau panen selektif
Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
4.         Pasca panen
Penanganan pascapanen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar:
a.          Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
·         Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20°C.
·         Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
·         Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
b.         Penanganan ikan segar
Ikan merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
·         Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
·         Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
·         Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
·         Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6 – 7°C.
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan yaitu 1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian
ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
c.          Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan benih adalah sebagai berikut:
-          Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
-          Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
-          Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
-          Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Sistem terbuka, dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
b.      Sistem tertutup, dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
Ø  masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
Ø  hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
Ø  alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen yaitu 1:2);
Ø  kantong plastik lalu diikat.
Ø  kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
a)      Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
b)      Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
c)      Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1- 2 menit.
d)     Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
e)      Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah sebagai berikut :
Kingdom                     : Animalia
Sub-kingdom             : Metazoa
Phyllum                       : Chordata
Sub-phyllum                : Vertebrata
Klas                             : Pisces
Sub-klas                      : Teleostei
Ordo                            : Ostariophysi
Sub-ordo                     : Siluroidea
Familia                        : Clariidae
Genus                          : Clarias sp.
Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan :
1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih (Padang).
3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
6. Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat fish, berasal dari Afrika.
Ikan lele merupakan ikan air tawar yang memeiliki bentuk tubuh memanjang yang makin kebelakang makin pipih, kepalanya besar dan gepeng. Ikan lele senang hidup di dalam air yang alirannya tidak deras. Ikan lele tidak bersisik, licin, mempunyai empat pasang sungut disekitar mulutnya, dan pada kedua sirip dadanya terdapat taji yang runcing. Taji tersebut selain sebagai alat untuk mempertahankan diri juga digunakan sebagai alat untuk merayap. Selain itu, sirip perut tidak bersatu dengan sirip dubur. Ikan lele tergolong ikan karnivora yang memiliki alat bantu pernafasan alau labirin, sehingga sanggup hidup dalam kondisi oksigen terbatas dan tahan terhadap kondisi limbah. Ikan lele sanggup hidup dengan baik pada perairan yang berada 0 m – 700 m di atas permukaan laut dengan kondisi lingkungan yang bertemperatur 25-30°C. Dalam perkembangbiakannya dialam, ikan lele memijah pada musim hujan. Ikan lele mengalami dewasa kelamin setelah berusia dua tahun. Sepasang ikan lele yang siap memijah akan mencari tempat beerlindung yang aman atau mencari lubang. Lele betina akan melepaskan telurnya dan diikuti lele jantan yang mengeluarkan spermatozoa. Setelah pemijahan dan pembuahan telur, selama 24 jam telur akan menetas jika temperature air 25-30°C. Dalam sekali bertelur, ikan lele mampu bertelur sekitar 1000 – 4000 butir telur. Benih ikan lele akan mulai mencari makan setelah berusia lima hari ( Murtidjo, 2001).
Menurut Prihatman (2000) teknik budidaya ikan lele adalah sebagai berikut :
1.      Persyaratan lokasi
-          Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
-          Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
-          Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.
-          Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
-          Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
-          Ikan lele dapat hidup pada suhu 20°C, dengan suhu optimal antara 25-28°C
-          Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26- 30°C dan untuk pemijahan 24-28°C.
-          Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.
-          Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan ikan.
-          Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
-          Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daundaunan hidup, seperti enceng gondok.
-          Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm; turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60 cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO2 kurang dari 12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.
2.      Penyiapan Bibit
a. Pemilihan Induk
1. Ciri-ciri induk lele jantan:
-          Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
-          Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
-          Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
-          Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress).
-          Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina.
-          Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
-          Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
2. Ciri-ciri induk lele betina
-          Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
-          Warna kulit dada agak terang.
-          Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
-          Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
-          Perutnya lebih gembung dan lunak.
-          Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur).
3. Syarat induk lele yang baik:
-          Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.
-          Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.
-          Berat badannya berkisar antara 100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.
-          Bentuk badan simetris, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
-          Umur induk jantan di atas tujuh bulan, sedangkan induk betina berumur satu tahun.
-          Frekuensi pemijahan bisa satu bula sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein.
4. Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah
-          calon induk terlihat mulai berpasang pasangan,
-          kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina.
-          Induk tersebut segera ditangkap dan dipisahkan ke kolam lain untuk dipijahkan.
5. Perawatan induk lele:
-          Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan (pellet). Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relative tinggi, yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan.
-          Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.
-          Setelah benih berumur seminggu, induk betina dipisahkan, sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur 2 minggu.
-          Segera pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
-          Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
3.      Pemijahan
-          Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersediadan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau satu pasang per sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah satu).
-          Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.
-          Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan .
-          Biarkan sampai 10 hari.
-          Setelah induk dalam kolam selama 10 hari, air dalam kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10 hari. Pada saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
-          Benih lele dikeluarkan dari sarnag ke kolam pendederan dengan cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih dialirkan melalui pipa pengeluaran.
-          Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara intensif, ukuran benih 1-2 cm, dengan kepadatan 60 -100 ekor/m2.
-          Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele. Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam hari.

4.      Perawatan bibit
a. Kolam untuk pendederan:
-          Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus, halus, dan licin, sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air. Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang pralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.
-          Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air dipasang saringan yang dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam. Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastic berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
-          Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran dihubungkan dengan pipa plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.
-          Minggu ketiga, benih dipindahkan ke kolam pendederan yang lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.
-          Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.

b. Penjarangan:
1. Penjarangan adalah mengurangi padat penebaran yang dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah lebih besar, sehingga volume ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
-          Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan :
-          Ikan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka.
-          Terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar).
-          Suasana kolam tidak sehat oleh menumpuknya CO2 dan NH3, dan O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele terhambat.
2. Cara penjarangan pada benih ikan lele :
-          Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2
-          Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2
-          Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2



c. Pemberian pakan:
-          Hari pertama sampai ketiga, benih lele mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
-          Hari keempat sampai minggu kedua diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam 4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air. Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir, benih lele harus dikenalkan dengan makanan dalam bentuk tepung yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton. Makanan yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran kuning telur, tepung udang dan sedikit bubur nestum.
-          Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
-          Minggu keempat dan kelima diberi pakan sebanyak 32% x biomassa setiap hari.
-          Minggu kelima diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
-          Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
-          Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.

d. Pengepakan dan pengangkutan benih
1. Cara tertutup:
-          Kantong plastik yang kuat diisi air bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik dikeluarkan. O2 dari tabung dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam plastik 1/3–1/4 bagian. Ujung plastik segera diikat rapat.
-          Plastik berisi benih lele dimasukkan dalam kardus atau peti supaya tidak mudah pecah.
2. Cara terbuka dilakukan bila jarak tidak terlalu jauh:
-          Benih lele dilaparkan terlebih dahulu agar selama pengangkutan, air tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk pengangkutan lebih dari 5 jam).
-          Tempat lele diisi dengan air bersih, kemudian benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung ukurannya. Benih ukuran 10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal 10.000/m3 atau 10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang teduh.

5.      Pemeliharaan dan Pembesaran
1) Pemupukan
a)      Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele.
b)      Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Selanjutnya dibiarkan selama 3 hari.
c)      Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.
d)     Secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.

2) Pemberian Pakan
a. Makanan Alami Ikan Lele
-          Makanan alamiah yang berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air.
-          Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
-          Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein.
-          Ikan lele juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
b. Makanan Tambahan
-          Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.
-          Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).
-           
c. Makanan Buatan (Pellet)
-          Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang tanah=18,00; tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00; vitamin=1,00; mineral=0,500;
2. Proses pembuatan:
-          Dengan cara menghaluskan bahan-bahan, dijadikan adonan seperti pasta, dicetak dan dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%. Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk minyak yang dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran minyak juga dapat memperlambat pellet tenggelam.
3. Cara pemberian pakan:
-          Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang berbentuk tepung.
-          Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.
-          Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.
3) Pemberian Vaksinasi
Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
-          Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
-          Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
-          Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.
4) Pemeliharaan Kolam/Tambak
-          Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk memberantas hama dan bibit penyakit.
-          Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti semua air kotor tersebut dengan air bersih yang telah diendapkan 2 malam.
-          Kolam yang telah terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m2 selama satu minggu. Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, kemudian dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.
6.      Pemanenan
a. Penangkapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan:
-          Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
-          Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram per ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm.
-          Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan.
-          Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
-          Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
-          Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap.
-          Setelah dipanen, piaralah dulu lele tersebut di dalam tong/bak/hapa selama 1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang.
-          Lakukanlah penimbangan secepat mungkin dan cukup satu kali.

b. Pembersihan
Setelah ikan lele dipanen, kolam harus dibersihkan dengan cara:
-          Kolam dibersihkan dengan cara menyiramkan/memasukkan larutan kapur sebanyak 20-200 gram/m2 pada dinding kolam sampai rata.
-          Penyiraman dilanjutkan dengan larutan formalin 40% atau larutan permanganat kalikus (PK) dengan cara yang sama.
-          Kolam dibilas dengan air bersih dan dipanaskan atau dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk membunuh penyakit yang ada di kolam.

7.      Pascapanen
Setelah dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul kepalanya memakai muntu atau kayu.Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat menyebabkan daging terasa pahit. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan.

C.     Tahapan Budidaya
Beberapa tahapan yang dilaksanakan pada praktikum Manajemen Akuakultur Tawar meliputi :
1.   Persiapan kolam dan bak budidaya
Persiapan untuk kolam mula-mulanya dilakukan dengan mengeringkan kolam hingga benar kering. Hal tersebut ditujukan untuk membersihkan kolam dari organisme penyakit, organisme perantara dan insekta-insekta air yang merupakan parasit penyebab penyakit ikan. Pengeringan kolam juga ditujukan untuk membersihkan lumpur yang mengendap dan memperbaiki aerasi kolam. Lumpur yang terlalu banyak/tebal akan menyebabkan terjadinya pendangkalan kolam. Erosi dan gelombang air dapat menyebabkan terjadinya kemiringan pematang, dimana ketika hujan lebat air dari luar akan secara otomatis masuk kedalam kolam dan menambah debit air dalam kolam yang akan menyebabkan terjadinya penumpahan air kolam dan berakibat kepada lepasnya ikan dari kolam pemeliharaan. Sebelum memulai aktifitas pemeliharaan ada baiknya dilakukan pengecekan pintu air masuk dan kelengkapan saringan. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga populasi ikan dan menghindari terjadinya kerugiaan. Pengecekan saluran irigasai/air masuk dan keluar juga perlu diperhatikan demi mengantisipasi terjadinya kebocoran dan penyusutan debit air kolam. Kolam yang telah kering dan bersih selanjutnya dilakukan pengapuran. Pengapuran ditujukan untuk meningkatkan alkalinitas dan kesadahan sehingga pH air naik dan stabil, mendorong reaksi kimia lebih cepat dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam kolam. Dosis pengapuran yang digunakan tergantung dari tujuan, jenis bahan kapur, metode pengapuran dan kondisi kolam. Jenis kapur yang biasa digunakan  meliputi CaO (quicklime), CaCO3 (limestone), Ca <OH> 2 (slake lime dan CaCN2 (calcium cyanide). Setelah dilakukan pengapuran, langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu pemupukan. Pemupukan ditujukan untuk menumbuhkan sejumlah makanan alami baik itu fitoplankton maupun zooplankton dalam air kolam. Pupuk yang biasanya digunakan adalah pupuk kandang berupa kotoran ayam kering. Pupuk kandang tersebut baiknya dimasukkan kedalam karung dan dibiarkan mengapung terlebih dahulu sebelum tenggelam kedasar kolam. Pemupukan dengan cara tersebut lebih baik jika dibandigkan dengan pemupukan secara tebar langsung. Pupuk yang ada didalam karung akan menjaga ketersediaan oksigen dalam air kolam.
Persiapan bak pemeliharaan dapat dilakukan dengan menguras air dalam bak terlebih dahulu. Bak yang telah kering kemudian dibersihkan dengan sikat dengan tujuan untuk menghilangkan organisme-organisme ataupun insekta penyebab penyakit ikan. Bak yang telah selesai disikat kemudian dicuci sampai bersih dan diisi air kembali.
2.   Pengisian air
Kebutuhan air secara kuantitas dan kualitas untuk budidaya ikan tergantung pada system yang diterapkan dan spesies ikan yang digunakan. Sistem budidaya yang diterapkan kali ini adalah sistem budidaya dengan polikultur dan monokultur. Pengisisan air ditujukan untuk mempertahankan level air kolam dan menjaga kualitas iar agar memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan kehidupan ikan. Pengisian air kolam dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dengan mengecek saluran air keluar dan dipastikan tidak mengalami kebocoran. Dan lebih dianjurkan memakai monik atau saringan pada pintu masuk air. Keadaan kolam yang telah terjamin dari kebocoran dapat dilakukan pengisian air. Sumber air yang digunakan untuk mengisi air kolam pertama kali adalah air yang berasal dari tandon.
Pengisian air untuk bak pemiliharaan dapat dilakukan dengan mengecek saluran air keluar terlebih dahulu. Saluran air keluar yang telah tertutup dengan rapat akan menghindari terjadinya kebocoran. Setalah dipastikan bak pemeliharaan aman untuk digunakan, barulah air dimasukkan dengan menggunakan sumber air yang berasal dari tandon. Setalah bak pemeliharaan terisi air dengan kebutuhan yang disesuaikan barulah diberi aerasi dan dicek inlet dan outlet dari bak pemeliharaan.
3.   Penebaran benih
Jumlah ikan yang dipelihara setiap satuan luas atau kepadatan ikan tergantung pada daya dukung atau carrying capacity kolam. Apabila jumlah benih yang ditebarkan melebihi dari daya dukung, maka akan dihasilkan ukuran ikan yang kecil atau kerdil. Penebaran benih dapat dilakukan setelah sebelumnya benih yang didatangkan dari jarak yang jauh terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi. Setelah benih aklimatisasi, barulah ditentukan ukuran, umur dan kondisi kesehatan benih. Hal pertama yang dilakukan adalah mengukur panjang dan berat, dimana dari data berat total ikan tersebut dapat diketahui jumlah dan berat pakan yang dibutuhkan oleh ikan. Benih yang telah selesai diseleksi kemudian ditebar pada wadah budidaya dengan ketentuan metode budidaya yang telah disesuaikan sebagai berikut
-          Bak I monokultur ikan nila 30 ekor
-          Bak II monokultur ikan lele 30 ekor
-          Bak III polikultur ikan nila 20 ekor dan lele 10 ekor
-          Kolam I monokultur ikan nila 100 ekor
-          Kolam II monokultur ikan lele 100 ekor
-          Kolam III polikultur ikan nila 70 ekor dan lele 30 ekor
4.   Pemberian pakan
Pemberian pakan dalam wadah budidaya dapat ditentukan berdasarkan berat total ikan pada waktu penebaran  (3% untuk kolam dan 5% untuk bak). Setelah mengetahui berapa kebutuhan pakan dalam satu kali pemberian, pakan berupa pellet ditimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok. Jadual piket  pemberian pakan disusun dan diusahakan masing-masing dari anggota kelompok mendapat bagian untuk memberikan pakan. Pemberian pakan dapat dilakukan pada pagi hari dan sore hari dan ada baiknya jika pemberian pakan dilakukan secara teratur (tepat waktu) dan disaat memberikan pakan, ikan diamati dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan.
5.   Pengendalian hama dan penyakit ikan
Proses ini ditujukan untuk menjaga ikan yang dipelihara agar tetap sehat dan tetap utuh popilasinya serta menjaga kebersihan dalam lingkungan budidaya. Kematian ikan karena perubahan lingkungan yang baru terjadi pada awal pemeliharaan. Faktor utamanya adalah penanganan selama pengangkutan atau penyiapan yang kurang baik sehingga ikan mengalami luka-luka yang akan menyebabkan organisme penyakit untuk menginfeksinya. Penanganan hama dapat dilakukan dengan mengecek area sekitar kolam atau bak pemeliharaan baik itu saluran air, membersihkan tempat-tempat yang diduga sebagai tempat bersembunyinya hama dan mengamati ikan yang tidak sehat atau yang diduga telah terkena penyakit. Hama ikan adalah organismehewan yang secara langsung maupun tidak langsung membunuh atau memakan ikan yang dipelihara pada wadah pemeliharaan (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Penggunaan senyawa kimia hasil produksi pabrik untuk memberantas hama dikolam kurang dianjurkan, sebab selain  harganya yang relative mahal, daya racunnya dapat bertahan cukup lama sehingga dikhawatirkan akan masuk kedalam tubuh ikan pelieharaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pakan alami. Untuk mencegah hal tersebut dianjurkan untuk menggunakan senyawa kimia yang diperoleh secara alami diantaranya rotenone “jenu”, saponin, nikotin, chemfish 5 EC, brestan-60 dan sodium pentachlorphena.
Untuk mengendalikan penyakit pada ikan dapat dilakukan dengan kontroling kualitas air, penanganan senyawa beracun, penentuan dosis pakan dan penanganan organisme kompetitor. Sirih (Piper betle L.) sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak lama karena semua bagian tanaman yang meliputi akar, daun dan bijinya digunakan sebagai obat tetapi daun pada sirih lebih terkenal dan banyak digunakan. Atsiri yang terkandung di dalam daun sirih mempunyai bau yang aromatik dan berasa pedas, atsiri pada daun sirih mengandung chavicol C4H3OH yang merupakan antiseptik yang kuat untuk menanggulangi parasit terutama Ichthyophthirius multifiliis, hasil tersebut telah dibuktikan validitasnya. Khasiat sirih digunakan sebagai styptic (penahan darah) dan vulnerary (obat luka pada kulit) juga berdaya guna sebagai antioksida, antiseptic, fungisida dan bakterisidal. Hal ini dipertegas oleh Widarto (1990) bahwa daun sirih yang mengandung minyak atsiri bersifat menghambat pertumbuhan parasit dan pada penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2003) membuktikan bahwa atsiri daun sirih dapat menghambat pertumbuhan parasit protozoa pada ikan botia. Namun dalam penerapannya harus memperhatikan ketahanan ikan terhadap air rebusan daun sirih tersebut. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat berpengaruh negatif tidak hanya terhadap parasit tetapi juga pada ikan.
Hasil penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan obat tradisional yang meliputi sirih (Piper betle L.), sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dan daun jambu biji (Psidium guajava L.) menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada ikan. Sirih (Piper betle L.) terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dan penyakit ikan yang disebabkan Aeromonas hydrophila. Hasil penelitian Sipahutar (2000) menemukan bahwa konsentrasi ekstrak sirih 3,125 mg/ml sudah dapat membunuh bakteri Aeromonas hydrophila secara sempurna. Demikian pula halnya dengan pemberian ekstrak sirih yang dicampur ke pakan menunjukkan hasil yang lebih efektif bila dibandingkan dengan pengobatan dengan ekstrak daun jambu biji dan ekstrak sambiloto dalam mengobati penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila (Giyarti, 2000).
Kegiatan penelitian tentang pengaruh pemberian tumbuhan obat sirih, daun jambu biji, atau sambiloto dalam pencegahan dan pengobatan penyakit viral pada ikan belum banyak dilakukan. Direkbusarakom et al. (1997) dalam penelitiannya tentang efektivitas pemberian daun jambu biji terhadap virus udang, menemukan daun jambu biji kurang efektif untuk mencegah virus yellow head pada udang. Darwis (1992) mengatakan bahwa daun sirih dapat dimanfaatkan sebagai fungisida. Beberapa peneliti lain (Chou, 1984), juga melaporkan bahwa sirih bersifat anti jamur. Minyak atsiri dan ekstrak daun sirih menunjukkan aktivitas anti jamur terhadap jamur Aspergillus niger, Curvularea lemata, Fusarium oxysporum, Phyticum ullimum, Candida albicans, Candida prusei, Candida parakrusei, Candida tropicalis, dan Candida pseudotropicalis (Sadeli, 1982; Oehadian, 1987). Chou (1984) melaporkan bahwa serbuk daun sirih lebih aktif daripada serbuk buahnya terhadap Aspergillus niger dan produksi Aflatoxin.
6.   Pemanenan
Tujuan dari pemanenan adalah untuk memanen ikan secara efisien dan mendapatkan hasil panen yang berkualitas. Cara pemanenan dapat dilakukan dengan menguras air secara perlahan pada pagi hari. Alat yang digunakan untuk memanen ikan dapat berupa jaring atau seser dengan ukuran mata jaring yang telah disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan dipanen. Dalam hal ini, panen dilakukan tanpa pengadan seleksi yang berarti kesuluruhan ikan diangkut/ditangkap. Penangkapan ikan sebaiknya dilakukan secara hati-hati atau air kolam ditunggu hingga menyusut setinggi matahari kaki. Penangkapan ikan dimulai dengan menangkap ikan yang berada di dekat pintu air masuk/keluar.  Ikan yang tealh tertangkap dipisahkan pada wadah yang telah disediakan atau pada kolam penampungan.
7.   Penanganan pasca panen/ pengangkutan
Ikan yang telah ditampung pada wadah penampungan kemudian dievaluasi dengan menghitung pertumbuhan individu, panjang berat ikan, pertumbuhan biomassa, kelulusan hidup ikan, konversi pakan dan kualitas air. Kolam dan bak pemeliharaan selanjutnya dibersihkan dari sisa lumpur dengan memasukkan air dari secara perlahan dari inlet saluran air tanpa menutup outlet kolam maupun bak pemeliharaan. Simulasi pengangkutan ikan dapat dilakukan dengan memasukkan ikan pada drum penampungan dan plastik yang diberi sedikit oksigen. Simulasi tersebut menggunakan waktu kurang lebih 2 jam masa perjalanan.


D.    Analisis Usaha
Biaya operasional biasanya terdiri dari biaya tetap (fix cost) dan biaya variable (variable cost). Biaya tetap adalah modal atau investasi yang digunakan untuk pengeluaran peralatan. Biaya tetap meliputi biaya sewa alat, listrik, bak fiber dan adanya penyusutan peralatan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan  dalam satu siklus usaha dan belum tentu pada siklus selanjutnya biaya tersebut dikeluarkan seperti benih yang digunakan, jenis pakan, jenis obat-obat dan pupuk yang digunakan ( Rahardi dkk, 1993).
Berdasarkan data yang diperoleh pada usaha budidaya ikan nila (lampiran), total biaya yang dikeluarkan dalam satu siklus budidaya sebesar Rp. 1.466.740,- yang telah ditanamkan dengan jumlah biaya tak terduga sebesar 10% dari jumlah total biaya prosukdi. Tingkat SR (survival rate) selama masa pemeliharaan mencapai 85% dari total jumlah tebar sebanyak 4000 ekor ikan nila. Total pendapatan dari penjualan 85%  dari hasil panen yaitu Rp. 2.380.000,- dengan total keuntungan mencapai Rp. 913.260.-. Dengan keuntungan tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa usaha budidaya ikan nila dalam siklus tersebut mengalami keuntungan sebesar Rp. 913.260.-. dengan parameter kelayan usaha berupa B/C ratio 1,62. Berarti modal yang ditanamkan sebesar Rp. 1.466.740 dapat memeberikan keuntungan sebesar Rp. 913.260.- dalam satu kali siklus budidaya.

E.     Pembahsan khusus
Kegiatan praktikum ini yaitu memelihara ikan nila dan ikan lele secara polikultur dan monokultur sampai dengan penanganan ikan pascapanen. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 kolam I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 15,2 cm dengan rerata W 61,28 gram  dengan berat biomassa 1592 dan berat pakan 2061,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 36°C, suhu air 35°C, DO 13 ppm, CO2 1,6 ppm, alkalinitas 186 ppm dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 kolam II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 18,56 cm dengan rerata W 37,52 gram  dengan berat biomassa 1008 dan berat pakan 1384,44 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 36°C, suhu air 337°C, DO 19,8 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 182 ppm dan dengan PH 7,8. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 kolam III ikan nila dan lele dengan jumlah ikan sampel 18 ekor ikan nila dan 7 ekor ikan lele maka diperoleh nilai rerata L untuk ikan nila adalah 13,31 cm dan ikan lele dengan nilai L 19,02 cm. Sedangkan untuk data rerataW nila adalah 60,66 gram dan W lele adalah 42,05  dengan berat biomassa nila 1092 dan biomassa lele 300 dengan berat pakan secara keseluruhan 1807,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 36°C, suhu air 37°C, DO 20 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 16O ppm dan dengan PH 7,9. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 bak I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 14,87 cm dengan rerata W 67,75 gram  dengan berat biomassa 542 dan berat pakan 810,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C, suhu air 30°C, DO 6,6 ppm, CO2 4 ppm, alkalinitas 212 ppm dan dengan PH 7. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 bak II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 18,62 cm dengan rerata W 46,12 gram dengan berat biomassa 369 dan berat pakan 273,92 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C, suhu air 30°C, DO 5,8 ppm, CO2 7 ppm, alkalinitas 164 ppm dan dengan PH 7. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 0 bak III ikan lele dengan jumlah ikan sampel 5 ekor dan 3 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L untuk nila adalah 14,2 cm dan untuk rerata L lele adalah 20,6 cm. Seangkan rerata untuk nilai W dari ikan nila adalah 60,6 gram dan rerata W untuk lele adalah 54,66 gram dengan berat biomassa nila 303 serta biomassa lele 164 dan berat pakan secara keseluruhan adalah 617,56 gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 35°C, suhu air 30°C, DO 5,8 ppm, CO2 7 ppm, alkalinitas 164 ppm dan dengan PH 7.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 kolam I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 15,9 cm dengan rerata W 36,8 gram  dengan berat biomassa 902, berat pakan 1515,36 gram, selisih berat 690 gram dan FCR 1.600. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 33°C, DO 28 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 142 ppm dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 kolam II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L  adalah 21,74 cm dengan rerata W 26,32 dengan berat biomassa 718, berat pakan 1206,24 gram, selisih berat 290 gram dan FCR 4.159. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 22,6 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 7,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 kolam III ikan nila dan lele dengan jumlah ikan sampel 17 ekor ikan nila dan 8 ekor ikan lele maka diperoleh nilai rerata L untuk ikan nila adalah 16,24 cm dan ikan lele dengan nilai L 21 cm. Sedangkan untuk data rerataW nila adalah 34,70 gram dan W lele adalah 26,62 dengan berat biomassa nila 640 dan biomassa lele 213 dengan berat pakan secara keseluruhan 1372,56 gram, selisih berat 539 gram dengan FCR 1.716. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 32.2 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 79,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 bak I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 15.56 cm dengan rerata W 69,12 gram dengan berat biomassa 553, berat pakan 891,04 gram, selisih berat 11 dengan FCR 11.882. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 4,6 ppm, CO2 60,2 ppm, alkalinitas 190 ppm dan dengan PH 6,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 bak II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 3 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 24,16 cm dengan rerata W 84,66 gram dengan berat biomassa 254, berat pakan 390,72 gram, selisih berat 115 dengan FCR 0,431. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 5,8 ppm, CO2 58 ppm, alkalinitas 176 ppm dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 2 bak III ikan lele dengan jumlah ikan sampel 6 ekor dan 2 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L untuk nila adalah 17,5 cm dan untuk rerata L lele adalah 21 cm. Seangkan rerata untuk nilai W dari ikan nila adalah 110 gram dan rerata W untuk lele adalah 66 gram dengan berat biomassa nila 660 serta biomassa lele 132 dan berat pakan secara keseluruhan adalah 1254,56 gram, selisih berat 325 gram dengan FCR 2.240. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 28°C, DO 7,8 ppm, CO2 84 ppm, alkalinitas 188 ppm dan dengan PH 6,6.
Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 kolam I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L adalah 16,74 cm dengan rerata W 93,8 gram  dengan berat biomassa 2405, berat pakan 4040,4 gram, selisih berat 1503 gram dengan FCR 2.688. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 33°C, DO 28 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 142 ppm dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 kolam II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 25 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 23,23 cm dengan rerata W 91,28 gram dengan berat biomassa 2382, berat pakan 4001,76 gram, selisih berat 1633 gram dengan FCR 2.516. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 22,6 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 7,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 kolam III ikan nila dan lele dengan jumlah ikan sampel 17 ekor ikan nila dan 8 ekor ikan lele maka diperoleh nilai rerata L untuk ikan nila adalah 17,64 cm dan ikan lele dengan nilai L 21,5 cm. Sedangkan untuk data rerata W nila adalah 107,30 gram dan W lele adalah 88,85 gram dengan berat biomassa nila 1824 dan biomassa lele 622 dengan berat pakan secara keseluruhan 4109,28 gram, selisih berat 1633 dan dengan FCR 11.693. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 30°C, suhu air 34°C, DO 32.2 ppm, CO2 0 ppm, alkalinitas 144 ppm dan dengan PH 79,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 bak I ikan nila dengan jumlah ikan sampel 8 ekor maka diperoleh nilai rerata L dari adalah 14,93 cm dengan rerata W 69 gram dengan berat biomassa 552, berat pakan 876,96 gram, selisih berat 1 gram dan dengan FCR 11.693. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 4,6 ppm, CO2 60,2 ppm, alkalinitas 190 ppm dan dengan PH 6,3. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 bak II ikan lele dengan jumlah ikan sampel 8 ekor lele maka diperoleh nilai rerata L adalah 24,48 cm dengan rerata W 104,5 gram dengan berat biomassa dan berat pakan  gram. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 29°C, DO 5,8 ppm, CO2 58 ppm, alkalinitas 176 ppm dan dengan PH 7,4. Berdasarkan data yang diperoleh pada minggu 4 bak III ikan lele dengan jumlah ikan sampel 5 ekor dan 3 ekor ikan nila maka diperoleh nilai rerata L untuk nila adalah 15,7 cm dan untuk rerata L lele adalah 21,17 cm. Seangkan rerata untuk nilai W dari ikan nila adalah 75,4 gram dan rerata W untuk lele adalah 65,3 gram dengan berat biomassa nila 374 serta biomassa lele  196 dan berat pakan secara keseluruhan adalah 957,6 gram, selisih berat 159 gram dengan nilai FCR 6.023. Parameter kualitas air menunjukkan hasil berupa suhu udara 28°C, suhu air 28°C, DO 7,8 ppm, CO2 84 ppm, alkalinitas 188 ppm dan dengan PH 6,6.
Dari keseluruahan data tersebut diperoleh hasil panen ahir berupa hasil yaitu pada bak I panen total menghasilkan 1,7 kg, bak II 1 kg dan bak III 1,8 kg. sementara itu pada kolam I diperoleh hasil panen sebanyak 5,5 kg, kolam II 3,7 kg dan kolam III 9 kg. sehinnga dapat diperoleh kesimpulan bahwa budidaya dengan sistem polikultur lebih tinggi dalam aspek produktifitas bila dibandimgkan denga budidaya dengan sistem monokultur.
Menurut Cholik (1991), suhu antara 25-30oC akan memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal bagi ikan. Dengan demikian, suhu yang rendah pada saat tebar tersebut dapat mengakibatkan kematian ikan. Secara keseluruahn, suhu pada semua kelompok masih tergolong baik untuk pemeliharaan ikan lele dan ikan nila. Dimana rentang suhu tersebut akan memberikan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal bagi ikan. Diluar kisaran suhu tersebut ikan akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan pada suhu yang terlalu rendah ikan dapat mengalami kematian.
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Konsentrasi minimum oksigen yang masih dapat diterima sebagian besar spesies ikan untuk hiduo dengan baik adalah 5 ppm, dibawah konsentrasi tersebut ikan akan mengalami penurunan nafsu makan atau tidak makan sama sekali sehingga pertumbuhannya akan terhambat bahkan akan mengalami kematian bilamana konsentrsi oksigen terlarut didalam air mencapai 0 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan dapat ditingkatkan menggunakan aerator, meningkatkan intensitas pertukaran air, selain itu penggunaan KMnO4 (2-4 ppm) sebagai algisida diduga juga dapat mempercepat peningkatan konsentrasi oksigen (Afrianto dan Liviawaty, 1992; Kordi, 2004). DO terendah pada semua wadah budidaya yaitu 4,6 ppm pada bak 1 pengamatan minggu ke-2. Rendanhnya nilai DO tersebut bisa saja terjadi karena suhu air yang terlalu tinggi. Pada dasarnya DO tersebut masih dapat ditolerir oleh ikan, hanya saja akan berimbas kepada pola pertumbuhannya yang tidak menetap atau terhambat. Dari data diperoleh bahwa rendahnya tersebut juga berimbas kepada total biomassa dan jumlah pakan yang dibutuhkan. Pada minggu ke-0 total biomassa yang diperoleh adalah 1592 yang menurun menjadi 902, sedangkan pakan yang dibutuhkan juga mengalami penurunan yaitu pakan seberat 2061,56 gram menurun drastis pada pengamatan minngu ke-2 yaitu 1515,36.
Suhu (°C)
Oksigen (ppm)
0
14,18
5
12,34
10
10,92
15
9,79
20
8,88
25
8,12
30
7,84
Tabel. 1: Hubungan antara suhu dan kelarutan oksigen (Afrianto dan Liviawaty, 1992)
            Untuk membantu distribusi oksigen kelapisan bawah sekaligus menambah kelarutan oksigen maupun melepaskan oksigen ke atmosfer pada keadaan yang lewat jenuh dapat dilakukan dengan menggunakan aerator.
Karbondioksida (CO2) adalah komponen udara yang umum terdapat baik diair maupun diudara. Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun  penguraian bahan organik. Meningktanya konsentrasi gas ini padah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan maslah utama didaearah tropis (Afrianto dan Liviawaty, 1992; Kordi, 2004). Dari data hasil pengamatan dari keseluruhan kelompok diperoleh konsentrasi CO2 yang bervariasi mulai dari yang terendah yaitu 0 ppm sampai 84 ppm. Konsentrasi CO2 tertinggi yaitu 84 ppm pada bak III pengamatn minggu ke-2. Tingginya konsentrasi CO2 tersebut akan berimbas terhadap kelangsungan hidup ikan. Akan tetapi jika kadar oksigen telarut berada pada tingkat maksimal, maka pengaruh CO2 dapat diabaikan. Menurut Effendi (2003) batasan kadar CO2 pada suatu perairan yang baik dalam mendukung kehidupan organisme air di dalamnya adalah tidak melebihi 25 ppm.
Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkumgan perairan yang mempunyai (PH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, PH yang cocok berkisar antara 6,5-7,5 sedangkan untuk ikan laut 8,3. Fluktuasi PH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi karena konsentrasi gas karbondioksida yang dihasilkannya. Pada kolam dengan system resirkulasi, air cenderung bersifat asam karena proses nitrifikasi dari bahan organic akan meghasilkan karbondioksida dan ion hidrogen. Fluktuasi nilai PH yang dratis disuatu perairan dpat dicegah apabila perariran tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai.
Kisaran PH
Pengaruh Terhadap Ikan
4-5
Asam tinggi dan reprodukdi tidak berjalan, bersifat racun bagi ikan
5-6,5
Pertumbuhan lambat, sensitive terhadap organisme parasit dan bakteri
6,5
Baik untu produksi, pertumbuhan optimal
>11
Tingkat alaklinitas mematikan, pertumbuhan terhambat
Tabel. II: Hubungan PH air dan Kehidupan ikan budidaya (Afrianto dan Liviawaty,1992; Kordi, 2004)
            Tingginya nilai PH akan berbanding lurus dengan nilai sistem pembufferan dalam air. Konsentrasi CO2 yang turun secara drastis akan membantu pembentukan senyawa karbonat dan meningkatkan konsentarsi alkalinitas. Dari data hasil pengamatan, maka dapat diperoleh bahwa rang PH pada semua wadah pemeiliharaan masih sesuai dengan karakter yang ditunjukkan diatas. Kiaaran PH yang diperoleh dari data hasil pengamatan yaitu 6,3-8,4. Sedangkan untuk nilai alkalinitas yaitu mulai dari 142-230 ppm. Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995) alkalinitas yang optimal untuk pembenihan ikan adalah berkisar antara 120-400 ppm.
Food Convention Ratio (FCR) merupakan banyaknya pakan yang dimakan untuk menghasilkan 1 kg daging (Sutisna dan Sutarmanto, 1995). Rerata dari data hasil pengamatan menunjukkan nilai FCR yang berbeda dari setiap wadah oemeilharaan yang dilakukan. Pada dasarnya FCR digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan atau kegagalan dalam suatu budidaya. Hasil pengamatan menunjukkan FCR terendah terjadi pada minggu ke-2 pengamatan pada bak 2 dengan nilai FCR 0.431 dan FCR tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-4 pada bak 3 dengan nilai FCR mencapai 6,023. FCR yang baik adalah bernilai kurang dari sama dengan 1. Sehingga apabila FCR lebih dari 1, maka untuk usaha budidaya perikanan akan mengalami kerugian, karena pakan yang diberikan pada ikan tidak sesuai dengan daging yang dihasilkan.
            Dari tabel pengamatan plankton I, ada beberapa jenis plankton yang diperoleh dari hasil sampel. Jumlah plankton yang dominan pada kolam I yaitu Granatum var Rotundatum yang mencapai jumlah 46 individu dan ada juga jenis Fragilaria construinis sebanyak 43 individu. Pada kolam II diperoleh jenis plankton dari jenis Chrysocapsa palnktonica sebanyak 115 individu dan jenis Stephanodiacus ilantzscait sebanyak 93 individu. Pada kolam III diperoleh jenis plankyon yang dominan yaitu jenis Spercocytis sp. sebanyak 183 individu dan jenis Tebellaria sp. sebanyak 100 individu.
Pada pengamatan plankton II, beberapa jenis plankton yang ditemukan dominan meliputi, pada kolam I yaitu jenis Melosira malagnesis sebanyak 689 individu, Closteriopsis sp. sebanyak 298 individu dan jenis Pediastrum boryannum. sebanyak 100 individu. Pada kolam II jenis plankton yang dominan yaitu jenis Crysocapse plaktonica. sebanyak 69 individu dan jenis Aphanizomenon sp. sebanyak 45 individu. Pada kolam III jenis plankton yang dominan ditemukan yaitu jenis Sphterrocystis sp.  dengan jumlah 217 individu.
Perbandingan yang dapat diperoleh dari sistem monokultur ikan nila dengan sistem polikultur adalah menunujukkan hasil perbedaan yang sedikit dimana biomassa monokultur nila lebih tinggi daripada polikultur (Grafik biomassa nila monokultur vs polikultur). Akan tetapi perbedaan tersebut hanya nampak pada minggu ke-0 hingga menjelang minggu ke-2. Dari minggu ke-2 hingga minggu ke-4 perbedaan tersebut menghilan seiring dengan meningktanya jumlah biomassa dari kedua metode budidaya tersebut dan peningkatan biomassa tersebut berbanding sejalan antar kedua meode yang digunakan.
Perbandingan antara budidaya lele dengan sistem monokltur dan sistem polikultur menunjukkan pola perbedaan biomassa yang cukup besarl. Metode budidaya lele dengan monokultur pada minggu ke-0 menjelang minngu ke-2 memang menunjukkan penurunan jumlah biomassa secara perlahan. Namun seiring berjalannya waktu pemeliharaan, jumlah biomassa tersebut secara drastis menunjukkan pola pergesaran yang cukup tinngi dari biomassa awal, bahkan hamper mencapai titik maksimal. Berbeda halnya dengan penggunaan budidaya lele denga sistem polikultur yang menunjukkan hasil yang berfluktuatif/tidak konstan. Hal tersebut dapat dilihat dimana terjadi peningkatan biomassa dari minggu ke-0 hingga minggu ke-2, dan pada minggu ke-2 secara perlahan nilai dari total biomassa tersebut menurun sehingga biomassa awal dan akhir pemeliharaan hampir menunjukkan hasil biomassa yang sama.

  
IV.             KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
-          Teknis dalam budidaya perikanan dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan polikultur
-          Pengaruh tebar padat yang tinggi pada bak dapat menurunkan pertumbuhan ikan karena hanya mengandalkan pada jenis pakan buatan, sedangkan padat tebar yang tinggi pada kolam bisa meningkatkan produktifitas disamping adanya pakan alami
-          Kelayakan suatu usaha setidaknya harus memiliki nilai B/C >1, jika B/C yang diperoleh <1 maka usaha tersebut tergolong dalam usaha yang tidak layak
-          Parameter yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan dapat berupa kualitas air, FCR, pemberian pakan dan tempat/wadah pemeliharaan
-          Cara pemanenan dapat dilakukan secara massal maupun secara individu, serta pengangkutan ikan hidup dapat dilakukan dengan menggunakan drum ataupun plastic yang berisi oksigen. Dari hasil panen maka perlakuan dengan kolam lebih baik jika dibandingkan dengan bak dari aspek produktifitasnya.
B.     Saran
-          Untuk kedepannya jenis ikan yang akan dijadikan sebagai sampel diganti jika tidak memberatkan ataupun jenisnya diperbanyak
-          Ini adalah langkah awal bagi kita menuju kesuksesan, jadi tetap semangat dan selalu berdoa serta berusaha semaksimal mungkin.











DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Liviawaty, Evi. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Afrianto, Eddy dan Liviawaty, Evi. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisus. Yogyakarta
Arief, M. 2000. Sistem dan Teknologi Air Tawar. D3 Perikanan. Universitas Bangka Belitung
Cholik, F. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian
Chou, C.C. and R.C. Yu. 1984. Proc. Natl. Sci. Counc. ROC (B) 8, 30
Darwis. 1992. Potensi sirih (Piper betle Linn.) Sebagai Tanaman Obat. Di dalam Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Vol. 1 (1) : 9 – 11
Direkbusarakom, S., A. Herunsalee., M. Yoshimizu., Y. Ezura and T. Kimura. 1997. Efficacy f Guava (Psidium guajava) Extract Against Some Fish and Shrimp Patogenic Agents. In T.W. Flegel and 1.11. MacRae (eds). Diseases in Asian Aquaculture III. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila
Djatmika, D.H., Farlina dan Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. Simplex. Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta
Giyarti, D., 2000. Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) dan Sirih (Piper betle L.) Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Herawati, V. E., 2003. Efektifitas Penggunaan Daun Sirih (Piper betle) untuk Menanggulangi Parasit Ichthyophthirius multifiliis pada Ikan Botia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang
Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara. Jakarta
Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta
Oehadian, H. 1987. Daya Hambat Rebusan Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Jamur Candida albicans. Laporan penelitian. Fakultas Kedokteran. Universitas Padjajaran Bandung. Bandung
Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Nila. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. BAPPENAS. Jakarta
Rahardi, F., Kristiawati, Regina dan  Nazaruddin. 1993. Agribisnis Perikanan. Penerbit Swadaya. Jakarta
Sadeli, R. 1982. Usaha Pemeriksaan Daya Antimikotik dari Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Beberapa Species Candida. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Bandung
Sipahutar, H. S., 2000. Potensi Antibakteri Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica), Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.), Sirih (Piper betle L.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata (Burn.f.)Nees) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sutisna, D. H dan Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta
Syahid, M., Subhan, A. dan Armando, R. 2006. Budidaya Udang Organik Secara polikultur. Penebar swadaya. Jakarta
Widarto, H. 1990. Pengaruh Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor