Minggu, 29 September 2013

Pencemaran Air

PENCEMARAN TERHADAP BADAN AIR
            Air merupakan substrat yang paling parah akibat pencemaran air. Sumber pencemaran berasal dari sumber domestic yang meliputi rumah tangga, perkampungan, perkotaan, pasar dan jalan. Sedangkan sumber pencemaran non-domestik berasal dari pabrik, industry, pertanoan, peternakan, perikanan serta sumber-sumber lainnya. Secara langsung ataupun tidak langsung pencemaran tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas air,  baik untuk keperluan air minum, air industry ataupun keperluan lainnya. Berbagai cara dan usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari, dikurangi atau minimal dapat dikendalikan.


            Akibat semakin tingginya kadar buangan domestik memasuki badan air di Negara yang sedang berkembang, maka tidak mengherankan kalau berbagai jenis penyakit secara epidemik ataupun endemik berjangkit dan merupakan masalah rutin di mana-mana. Di Indonesia misalnya, setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak di bawah umur 3 tahun diserang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah kematian sekitar 105.00 orang. Jumlah tersebut akan meningkat lenih banyak pada daerah maupun tempat-tempat yang keadaan sanitasi lingkungannya berada pada tingkat yang rendah.



          

  Untuk negara-negara yang telah maju merupakan masalah pokok yang banyak dihadapi sekarang adalah kehadiran berbagai jenis senyawa, khususnya dalam bentuk logam berat (Pb, Hg, Cu, Zn, dan sebagainya) di dalam air, serta berbagai jenis residu senyawa lain, khususnya residu pestisida, deterjen, minyak bumi dan sebagainya. Di Mar del Plata, Argentina, pada tanggal 14-25 maret 1997 telah diadakan konperensi PBB mengenai masalah air. Konperensi ini dilaksanakan mengingat beberapa masalah utama yang dihadapi dunia, yaitu:

a.       Kecenderungan di masa mendatang dunia akan menghadapi krisis sumber air baru.
b.      Masalah pencemaran yang memasuki badan air yang semakin meningkat.
c.       Semakin meningkatnya kebutuhan jumlah air setiap saat.
d.      Tindakan bersama yang harus dilakukan

Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan pokok persoalan yang paling banyak dibahas. Hal ini mengingat keadaan perairan alami di banyak Negara yang cenderung semakin susut dan menurun, baik kualitas ataupun kuantitasnya. Bahkan untuk beberapa negara yang dikenal beriklim kering, masalah kekurangan air sudah terjadi sejak lama.

sumber:
Suriawiria, Unus. 2008. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Alumni. Bandung

Sabtu, 28 September 2013

Guppy

SIFAT BIOLOGIS DAN HABITAT DARI IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)
Ikan guppy adalah sejenis ikan yang melahirkan anaknya atau bersifat ovovivipar. Ikan guppy berasal dari Amerika Selatan, yaitu dibagian utara Amozon, seperti Antilla, Trinidad, Winwards Island, Barbados, Venezuela dan Guyana. Sekarang ikan guppy telah tersebar keseluruh penjuru dunia. Ikan guppy memiliki dimorfisme dan dikromatisme, yaitu ada perbedaan bentuk dan warna berdasrkan jenis kelamin. Ikan guppy jantan memiliki pola warna yang menarik dan beragam, bahkan muncul istilah bahwa tidak ada dua ekor ian guppy yang berwarna sama. Dengan seleksi yang intensif, Negara Singapura telah berhasil mengembangkan berbagai strain ikan guppy (Zairin, Muhammad, 2013).
A.    Habitat
Guppy awalnya hidup di rawa air payau tapi cenderung hidup di air tawar. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruly (2008), bahwa di habitat aslinya ikan ini tumbuh dan berkembang di perairan air tawar dan beberapa di antaranya juga ada yang hidup di perairan air payau. Di awal penyebarannya di Singapura, guppy digunakan untuk mengontrol populasi nyamuk di rawa hutan bakau. Pada perkembangannya, guppy liar terns berkembang biak di tempat umum seperti saluran air, got, sungai, dan kanal.
B.     Sifat Biologis
1.      Reproduksi
Ikan ini berkembang biak dengan cara beranak sehingga pemijahannya tergolong mudah. Induk jantan mempunyai warna yang cerah, tubuh yang ramping, sirip punggung yang lebih panjang, mempunyai gondopodium (berupa tonjolan memanjang di belakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal berupa sirip panjang. Untuk indukan betina mempunyai tubuh gemuk, warna yang kurang cerah, sirip punggung kecil, sirip perut berupa sirip yang halus. Selain warna, bentuk dasar ekor ikan guppy juga bervariasi. Menurut Zairin (2013) Ikan guppy jantan memeiliki gonapodium, yaitu semacam alat untuk menyalurkan sperma kedalam tubuh ikan betina pada saat kawin. Ikan betinya berbentuk lebih montok dan perutnya memnbulat, tetapi warnanya tidak menarik. Ukuran tubuh ikan guppy jantan dapat mencapai panjang 3-5 cm, sedangkan betinya bisa mencapai panjang 5 cm. Guppy dibagi berdasarkan bentuk ekornya yaitu wide tail (ekor lebar), sword tail (ekor panjang), dan short tail (ekor pendek). Anak guppy yang baru lahir sudah langsung dapat berenang dengan baik. Hal ini terjadi karena proses pembuahan guppy secara internal yaitu perkawinan terjadi pada saat organ gondopodium yang terletak pada sirip anal dimasukkan ke dalam organ telur betina. Guppy jantan yang akan mengejar betina siap kawin. Setiap kali perkawinan dapat dijadikan 3 kali kelahiran. Waktu kelahiran berkisar 3 minggu dan seekor betina dapat menghasilkan 60 ekor burayak.

   2.      Pemijahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pemijahan ikan guppy adalah:
Pemilihan induk
a. Ciri-ciri induk jantan dan betina

1) Induk Jantan
•    Mempunyai gonopodium (berupa tonjolan dibelakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal yang berupa menjadi sirip yang panjang.
•           Tubuhnya ramping.
•           Warnanya lebih cerah.
•           Sirip punggung lebih panjang.
•           Kepalanya besar.
2) Induk Betina

•           Dibelakang sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa sirip halus.
•           Tubuhnya gemuk
•           Warnanya kurang cerah.
•           Sirip punggung biasa.
•           Kepalanya agak runcing.




b. hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan
•           Air yang diperlukan adalah ari yang cukup mengandung Oksigen (O2) dan jernih.
•           Suhu air berkisar antara 15 - 270C.
•           pH yang disukai agak sedikit alkalis, yaitu berkisar 7 - 8.
•           Makanan yang diberikan dapat berupa makanan alami (cuk, cacing, kutu air) dan makanan buatan, diberikan secukupnya.
c. Teknik pemijahan
•           Pemilihan induk. Pilihlah induk yang berukuran relatif besar, bentuk tubuh  yang mengembung serta mempunyai warna yang indah.
•           Induk-induk yang telah dipilih dimasukkan dalam satu bak untuk beberapa  pasang induk. Namun apabila menghendaki keturunan tertentu dapat pula dilakukan dengan cara memisahkan dalam bak tersendiri sepasang-sepasang.
•           Bak-bak pemijahan harus dikontrol setiap hari. Setelah lahir, anak-anak ikan harus cepat-cepat diambil dan dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan oleh induknya (Tarwiyah, 2001).
3.      Pemeliharaan Larva
-          Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 - 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah direbus dan dihancurkan.
-          Setelah mencapai ukuran medium (2 - 3 cm) dapat diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 - 7 cm) dapat diberi makanan cuk.
-          Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dan lain-lain.
-          Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari, hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat merusak kualitas air.
-          Pergantian air. Air dalam bak atau aquarium jangan sampai kotor/keruh,  karena dapat menyebabkan kematian anak ikan. Kotoran dapat dibersihkan  setiap 2 - 3 hari sekali dengan cara disiphon, air yang terbuang pada waktu  penyiphonan sebanyak 10 sampai 20% dapat diganti dengan air yang baru (Tarwiyah, 2001).

4.      Pembesaran
Untuk pembesaran dapat dilakukan di aquarium ukuran 100 x 35 x 50 cm dan dapat diisi anak Guppy yang baru menetas 8-10 hari sebanyak 200 - 250 ekor. Air yang digunakan sebaiknya air yang telah diendapkan selama sehari semalam. Kualitas air selama pembesaran harus diperhatikan seperti halnya pada saat pemijahan. Pada aquarium pembesaran diberikan perlengkapan aerator dan tempat persembunyian. Dari usaha pembesaran, Guppy biasanya dipanen saat mencapai 5-7 cm (Tarwiyah, 2001).
5.      Pakan
Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 - 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah direbus dan dihancurkan. Setelah mencapai ukuran medium (2 - 3 cm) dapat diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 - 7 cm) dapat diberi makanan cuk. Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dll. Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari, hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat meerusak kualitas air (Tarwiyah, 2001). 
6.      Penanganan hama dan penyakit
            Penyakit yang umum menimpa guppy adalah jamur. Perlu dipahami jamur tumbuh dengan cara yang berbeda dari bakteri. Jamur tumbuh dengan spora dan selalu tumbuh dengan kondisi tertentu. Mereka berkembang mempunyai siklus tertentu berupa spora kemudian berubah menjadi organisme yang disebut miselium. Jamur ini dapat berkembang biak sangat cepat, berbentuk seperti benang/ulir dan membentuk jaringan-jaringan seperti lapisan yang tipis. Sedangkan bakteri yang biasa menyerang guppy adalah mycobacterium piscium, juga beberapa penyebab lainnya.
Perlu diperhatikan untuk melakukan pengobatan secara efektif harus melakukan diagnosa yang akurat, sehingga dapat mengatasi penyakit yang timbul. Penyakit yang umum menyerang ikan guppy adalah  sebagai berikut :
a. Saprolegnia.
Ciri-ciri ikan yang terserang adalah bercak-bercak putih pada kulit ikan. Perawatannya teteskan alkohol metapen dalam  tempat sebanyak 2 tetes dalam satu galon air/4 1,12) liter air. Langkah selanjutnya berikan garam dan biarkan beberapa saat. Berikan hydrogen peroksida untuk membunuh bakteri yang melekat pada jaring ikan selama 15 sampai 30 detik. Atau bisa juga digunakan malachite green atau methyline blue atau acriflavin sebagai disinfektan. Cara perawatan ikan yang terkena infeksi bakteri sebaiknya diberi tambahan ruang sebelum mengobati.
b. Penyakit Bengkak atau Bloa
Ikan tampak gelisah, badan tampak lebih besar karena kembung. Ini disebabkan karena peradangan usus ikan. Isolasi ikan yang terkena, lalu masukkan ke dalam satu galon air yang telah dibubuhi 2 sendok penuh garam Inggris. Biarkan selama 4 atau 6 jam, kemudian tambahkan air selama 12 jam. Setelah sembuh dapat dikembalikan ke tempat asal.
c. Jamur Mulut
Ciri ikan yang terkena jamur mulut mudah dilihat dari warna putih yang terletak di depan mulutnya. Jamur putih tersebut  merupakan koloni sangat besar yang menempel pada mulut ikan, sehingga menutup mulut ikan sampai tidak bisa bernapas dan makan dapat menyebabkan ikan mati. Pengobatan menggunakan aureomycin 25 mg untuk 1 galon air tambahkan 1 tetes obat merah dan metopen 2 tetes.
d. Penyakit Insang
Ciri ikan yang terkena peradangan insang biasanya disebabkan oleh organisme virus. Ciri pada penyakit ini insang membuka, malas makan dan selalu di atas permukaan air. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa bakteri dan jamur dan paling sulit untuk diatasi. Ciri ikan ini jika mati insangnya tampak memerah dan membusuk lebih cepat dari badannya. Beberapa cara yang sudah berhasil dilakukan adalah dengan memberikan metapen mercurochrome direndam beberapa saat secara bersamaan kemudian lakukan perawatan dengan menggunakan air garam dan memberikan tempat yang lebih besar dan luas.
e. Penyakit Kembung
Ciri-ciri ikan yang terkena peradangan perut antara lain ikan tampak sulit berenang ke dasar. Cara mengatasinya berikan 1 sendok teh garam Inggris tiap 1/2 liter air, dan rendam ikan selama 3 sampai 4 jam, kemudian pindahkan ikan ke dalam tempat yang ketinggian airnya 3 kali tinggi badan ikan. Masih ada beberapa penyakit yang sudah umum diketahui, misalnya kutu atau jarum.

Sumber:

Ruly, 2008. Ikan Guppy. Diakses dari Asyik nge-net.co.htm Pada tanggal 29 September 2013. Pukul 00:31 WiB Yogyakarta.
Tarwiyah 2001. Budidaya Ikan Hias Live Bearer. Diakses dari http://www.ristek.go.id dinas perikanan DKI Jakarta Pada tanggal 29 September 2013. Pukul 00:45 Yogyakarta.

Zairin, Muhammad. 2013. Kiat Memijahkan Ikan Hias Secara Teratur. Digreat Publishing. Bogor.

Bahan Organik

PARAMETER BAHAN ORGANIK (BO)
I.                   Pengertian Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang. Faktor yang pengaruhi kandungan BO tanah adalah iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). (Anonim, 2013).
Stevenson (1982) menyajikan proses dekomposisi BO dengan urutan sebagai berikut :
-          Fase perombakan bahan organik segar. Proses ini akan merubah ukuran bahan menjadi lebih kecil.
-          Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatan enzim mikroorganisme tanah. Fase ini dibagi lagi menjadi beberapa tahapan:
a.       Tahapan awal: dicirikan oleh kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pembafaatan BO sebagai sumber karbon dan energi oleh mikro organisme tanah, terutama bakteri. Dihasilkan sejumlah senyawa sampingan (by products) seperti: NH3, H2S, CO2, asam organik dan lain-lain.
b.      Tahapan tengah: terbentuk senyawa organik tengahan/antara (intermediate products) dan biomasa baru sel organisme)
c.       Tahapan akhir: dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman/hewan yang lebih resisten (mis: lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pada tahapan ini sangat dominan
-          Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang akan membentuk humus.

II.                Sumber Bahan organik
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.


III.             Pencemaran Air Bahan Organik
Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuh­tumbuhan dan hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampah­sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersbut terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S yang berbau busuk. Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air turun dratis sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (Bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik dari limbah pemukiman.
IV.             Pengaruh Bahan Organik
Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh bahan organic terhadap perairan dan lingkungan sekitar diantaranya adalah terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen (O2), terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air (eurotrifikasi), pendangkalan dasar perairan, tersumbatnya penyaring reservoir dan menyebabkan perubahan ekologi, dalam jangka panjang adalah kanker dan kelahiran cacat, akibat penggunaan pastisida yang berlebihan sesuai selain membunuh hama dan penyakit, juga membunuh serangga dan maskhluk berguna terutama predator, kematian biota kuno, seperti: plankton, iank, bahkan burung, mutasi sel, kanker, dan leukemia, dapat menyebabkan banjir, erosi, kekurangan sumber air, dapat membuat sumber penyakit, tanah longsor dan dapat merusak ekosistem sungai.
Sumber :
Anonim. 2013. Bahan Organik. http://cms.1m-bio.com/bahan-organik/. Diakses pada tanggal 28 september 2013 pukul 20:14 Yogyakarta.

Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons. New York.

Kamis, 26 September 2013

Membantu ikan memijah

Ovulasi dan pemijahan ikan-ikan yang dapat matang gonad tetapi tidak dapat memijah secara spontan harus dibantu dengan rangsangan hormonal. Waktu ovulasi tercapai pada periode tertentu setelah penyuntikan (waktu laten). Waktu laten pada spesies ikan yang berbeda dapat berbeda pula bahkan pada spesies ikan yang sama, bergantung pada tingkat kematangan akhir gonad, temperatur inkubasi induk, kondisi lingkungan dan kondisi fisiologis ikan lainnya. Karena itu, penentuan waktu laten pada selang waktu tertentu tidak dapat secara mutlak digunakan, berbeda dengan selang waktu injeksi hormonal pertama dan kedua (bila menggunakan dua kali injeksi). Secara simpel, identifikasi waktu ovulasi dapat dilakukan dengan mengurut bagian perut ikan ke arah genital secara perlahan.

Hormon adalah zat kimia yang terbentuk dalam satu organ atau bagian tubuh dan dibawa dalam darah ke organ atau bagian di mana mereka menghasilkan efek fungsional. Hormon membawa pesan dari kelenjar kepada sel-sel untuk mempertahankan tingkat bahan kimia dalam aliran darah yang mencapai homeostasis. Tergantung pada efeknya masing-masing, hormon dapat mengubah aktivitas fungsional, dan kadang-kadang struktural satu atau beberapa organ atau jaringan. Homeostasis adalah suatu kondisi keseimbangan internal yang ideal, di mana semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi dalam cara yang tepat untuk memenuhi semua kebutuhan dari tubuh. Semua organisme hidup berusaha untuk homeostasis. Ketika homeostasis terganggu (misalnya sebagai respon terhadap stressor), tubuh mencoba untuk mengembalikannya dengan menyesuaikan satu atau lebih proses fisiologis dari mulai pelepasan hormon-hormon sampai reaksi fisik seperti berkeringat atau terengah-engah.

Bermacam-macam hormon telah digunakan dalam proses domestikasi ikan, dan tingkat keberhasilannya pun bervariasi. Hormon-hormon yang pernah dicobakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas (carp pituitary extract/CPE), HCG, HCG+CPE, LHRH-a + antidopamin. LHRH-a + antidopamin diperjual belikan dalam bentuk siap pakai, antara lain dengen merek Ovaprim. 


Di indonesia hormon yang paling banyak digunakan oleh pembudidaya ikan adalah Ekstrak kelenjar hipofisa dan Ovaprim. HCG pernah digunakan sebagai campuran ekstrak kelenjar hipofisa. Namun sejalan dengan meningkatnya harga HCG, maka para pembudidaya cenderung hanya menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa.









Sumber : 
Zairin, Muhammad. 2013. Kiat Memijahkan Ikan Hias Secara Teratur. Digreat Publishing. Bogor

MODIFIKASI PAKAN ALAMI

MODIFIKASI PAKAN ALAMI ?? WHY NOT ? :D

Ikan Gurami merupakan jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah seluruh Indonesia. Hal ini karena harga jual gurami yang tinggi, bahkan di berbagai daerah di Indonesia mencapai Rp 30.000/kg.
Ikan gurami, mengandung gizi yang baik, disamping rasa dagingnya lezat, gurih, tekstur dagingnya juga tidak lembek. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tahun 2011, pada tahun 2010, jumlah produksi gurami di Indonesia mencapai angka 56.885 ton. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kapasitas Indonesia dalam mencapai swasembada ikan.
Meningkatnya harga pakan pelet sebagai bahan pakan utama ikan gurami membuat keuntungan para peternak gurami di Indonesia menjadi berkurang. Bahkan, hampir 80% dari biaya pengembangan usaha gurami dikeluarkan untuk pemberian pakan itu sendiri. Hal ini tentunya membutuhkan solusi alternatif untuk menekan pengeluaran biaya tersebut.
Selain itu, penyakit bercak merah yang menyebabkan kematian masssal gurami pada tahun 2005, masih saja menjadi momok bagi peternak gurami. Belum ada solusi khusus yang mampu secara kontinu diterapkan bagi gurami untuk meningkatkan ketahanan fisiknya.
Tanaman-tanaman seperti daun sente belum mampu menjawab permasalahan yang kini mewabahi pengembangan gurami di Indonesia. Karena itu, dari segi ketahanan fisik, gurami juga membutuhkan alternatif.
Maggot-papaya adalah solusi bagi peternak gurami dalam pemberian pakan dengan fokus utama dalam efisiensi biaya dan kekebalan tubuh ikan gurami terhadap penyakit bercak merah. Maggot-papaya ini akan berjalan beriringan dengan pertumbuhan ikan gurami.
Maggot-Papaya Solusi Pakan Gurami Murah
Maggot-papaya berasal dari dua kata, yaitu maggot dan pepaya. Maggot merupakan larva lalat yang dikembangbiakkan dari perpaduan ampas tahu dengan ikan kering. Protein dari maggot ini mencapai 44%, sedangkan protein dari pelet maksimal secara umum ialah 40%.
Maggot dibiakkan memakai media ampas tahu. Ikan kering ditambahkan untuk menarik datangnya lalat. Perbandingan antara ampas tahu dengan ikan kering ialah 8 : 2. Ampas tahu cenderung mudah untuk diperoleh dan memiliki kisaran harga Rp 200-500 per kg. Harga ikan rucah kering sekitar Rp 1.000 per kg. Jadi, jika diambil kisaran harga maksimal, maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 600 untuk menghasilkan 1 kg media maggot.
Sebelum dipakai, media perlu difermentasi selama 3-4 minggu. Setelah itu, lalat akan datang dan bertelur. Maggot dipanen setelah sepekan. Dari 1 kg media, dapat dihasilkan 180 g maggot. Jadi, untuk memperoleh maggot sebanyak 1 kg, dibutuhkan media sebanyak 5,56 kg. Maka, untuk pembuatan maggot sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 3.336, atau dapat menekan biaya sebesar 48 % dari biaya penggunaan pelet.
Pepaya merupakan tanaman asli tropis dan sub tropis Amerika dan sekarang menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab dan pada daerah dengan suhu 22-26 ÂșC dengan curah hujan sekitar 1.000 – 2.000 mm/tahun dan pH tanah 6-7. Oleh karena itu, maka maggot-papaya baik untuk diterapkan di Indonesia. Hampir seluruh kawasan di Indonesia memiliki curah hujan yang sangat besar, bahkan mencapai 2000 mm/tahun.
Bagian dari tanaman pepaya yang dimanfaatkan dalam hal ini ialah daunnya. Daun pepaya merupakan salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan yang diketahui mengandung zat antibakteri seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain.
Zat yang dikandung daun pepaya ini mampu mengatasi penyakit bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol, pseudo-karpaina, glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan flavonoid.
Dari sekian banyak senyawa dan zat aktif pada daun papaya, yang bersifat larut dalam etanol 70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri. Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini. Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan.
Saat berumur 3,5 bulan, daun pepaya sudah dapat diambil. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan gurami yang sudah berukuran 3-5 cm. Ukuran daun pepaya mencapai setengah dari ukuran daun sente. Selembar daun sente umumnya mencukupi untuk 100 ekor gurami. Jadi, selembar daun pepaya diperkirakan dapat mencukupi konsumsi 50 ekor gurami.
Maka, untuk ukuran kolam sebesar 6×20 meter persegi (berisi 1200 ekor gurami), diperlukan daun pepaya sebanyak 24 lembar. Hal ini tentunya tidak memerlukan banyak pohon, hanya berkisar 12 pohon pepaya dengan pengambilan 2 lembar daun dari tiap pohonnya. Jarak tanam pepaya yang ideal ialah 2,75 m. Jadi, panjang dari pematang kolam yang dibutuhkan ialah 33 m. Panjang keliling kolam sebesar 6×20 meter persegi ialah 52 m. Artinya, penanaman pepaya di pematang kolam mencukupi untuk pemberian pakan gurami yang ada di dalamnya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kemungkinan peningkatan produksi gurami di Indonesia sangat dimungkinkan. Selain ditinjau dari sisi penekanan biaya pemberian pakan, metode maggot-papaya juga menjanjikan terhindarnya ikan gurami dari penyakit bercak merah yang telah menjadi momok bagi peternak gurami di Indonesia.


Sumber : http://budidaya-ikan.com/maggot-papaya-solusi-pakan-ikan-gurami-murah/

Really?


Sebuah penemuan baru yang menghasilakn sebuah sutera yang sangat kuat dan elastis. Sutera yang dihasilkan mungkin mampu untuk dibuat menjadi jahitan dan parasut. Penelitian ini dihasilkan di laboratorium Malcolm Fraser Jr, Profesor ilmu biologi di Universitas Notre Dame. Sutera yang dihasilkan merupakan rekayasa transgenecally dari ulat sutera dan di gabungkan dengan kekuatan dan elastisitas dari sutera laba-laba.

Hasil penemuan ini mereka publikasikan dalam Prosiding National Academy of Sciences. “ini merupakan sesuatu yang baru dan belum seorangpun yang melakukannya, “kata Fraser. Proyek yang digunakan vektor piggyBac Fraser untuk menciptakan transgenik ulat sutra dengan sutera Laba-laba dan protein, ini merupakan kolaborasi yang unik yang di buat di Laboratorium bersama sama dengan Donald Jarvis dan Ranolph Lewis dari Universitas Wyoming. Jarvin membuat plasmid transgen di laboratoriumnya, sementara Fraser membuat ulat sutera trasgenik dan Lewis menganalisa serat dari ulat sutera. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serat ulat sutera lebih keras dan khas sementara serat sutera yang dihasilkan oleh laba laba lebih elastis, ini menunjukkan ulat sutera dapat direkayasa untuk menghsilkan serat yang di inginkan tersebut.

Apa yang mereka temukan ini merupakan hasil penelitian yang mereka upayakan selama 10 tahun lama nya. Dengan penghargaan internal dari Notre Dame ke Fraser untuk mengembangkan kemampuan transgenik ulat. Apa yang mereka kerjakan ini tidak lah mudah dan mememrlukan dana yang besar pula, hampir  selama hampir dua tahun R21 NIH hibah yang diberikan kepada Jarvis, Lewis dan Fraser dan selama beberapa tahun dana tambahan diberikan oleh Laboratorium Kraig BioCraft. Keberhasilan yang dicapai dari penelitian panjang ini akan mustahil tanpa kemampuan untuk melakukan transgenesis ulat, dan ini dikuasai oleh Bong hee Sohn dan Young soo Kim di Lab Fraser di Notre Dame.

Kraig Biocraft Laboratories Inc bersama-sama dengan Fraser, Lewis dan Jarvin sedang mengevaluasi peluang bisnis dari serat generasi pertama yang mereka hasilkan yang bisa digunakan untuk tekstil dan non tekstil. Para peneliti akhirnya berharap untuk memperbaiki produk dari generasi pertama untuk membuat serat yang lebih kuat lagi.

sumber : http://saswinhtml.blogspot.com/search/label/Artikel#.UkTjsdJHI50
Referensi Jurnal:

F. Teule, Y.-G. Miao, B.-H. Sohn, Y.-S. Kim, J. J. Hull, M. J. Fraser, R. V. Lewis, D. L. Jarvis.” Silkworms transformed with chimeric silkworm/spider silk genes spin composite silk fibers with improved mechanical properties”. Proceedings of the National Academy of Sciences, 2012; DOI: 10.1073/pnas.1109420109